بسم الله الرّحمن الرّحيم
- Dia – Allah, Sang Maha Hidup (Al-Hayy).
- Allah adalah Sang Esa, Unik, Sendiri, dan ‘saksi’ sebagai yang Satu.
- Sekaligus, Sang Esa dan kesaksian atas Penyatuan (Tawhid) yang Satu, Adalah ‘di Dia’ dan ‘dari Dia’.
- Dari-Nya datang jarak pemisah (makhluk) yang lain dari Penyatuan-Nya, dan itu dapat dilambangkan demikian ini:
[Tauhid terpisah dari Allah, dan simbol ‘wahdaniyah’ ini dilambangkan oleh ‘Alif’ (ﺍ) panjang, dengan sejumlah ‘dal’ (ﺩ) di dalamnya. Adapun ‘Alif’-nya (ﺍ) merupakan Zat, dan ‘dal’-nya (ﺩ ) sebagai Sifat.] - Pengetahuan Tauhid adalah sebuah ikhtisar kesadaran yang mandiri, dan perlambangnya demikian ini: [Inilah ‘Alif’ (ﺍ) purba-Nya Zat (’Alif’ panjang) dengan ‘alif-alif’ (ﺍ ﺍ) lainnya, yang merupakan wujud-wujud makhluk, dan yang hidup di atas ‘Alif’ (ﺍ) utama.]
- Tauhid adalah sifat subyek makhluk yang melafalkan ketauhidannya, dan bukan sifat sang Obyek yang tersaksikan Satu.
- Apabila aku yang makhluk mengatakan “aku”, dapatkah aku membuat-Nya juga mengatakan “Aku”? Tauhidku datang dariku, dan bukan dari-Nya. Dia suci [munazzah] dariku dan Tauhidku.
- Bila aku mengatakan: “Tauhid kembali ke ‘ia’ yang mengatakannya,” maka aku membuatnya (Tauhid) sebagai suatu makhluk.
- Jika aku mengatakan: “Tidak, Tauhid itu datang dari sang Obyek yang tersaksikan,” maka adakah hubungan yang mengaitkan seorang peng-Esa (Tauhid) ke pernyataannya tentang Penyatuan itu?
- Andai kukatakan: “Memang, Tauhid adalah hubungan yang mengaitkan sang Obyek ke subyeknya,” maka aku telah mengarahkan hal ini ke sebuah ketentuan nalar!
;
0 komentar:
Posting Komentar