بسم الله الرّحمن الرّحيم
Makam Sayyidina Al-Imam Husein |
Sayyidina Al-Imam Husein lahir ditanah suci Madinah Al-Munawwarah 3 Sya'ban 4 Hijriah dari pasangan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Siti Fatimah Az-zahrah, saat kelahirannya dibantu oleh salah satu sahabat dari kalangan Anshar yang bernama Asma binti Umais.
Peristiwa karbala ini sejatinya telah diramalkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW saat pertama kali menggendongnya, beliau tampak bahagia dengan kelahiran cucunya tersebut dan kemudian meneteskan air mata hingga sahabat Asma yang menyaksikan terheran dan bertanya "Ya Nabi Allah kenapa engkau menangis?", dan beliau menjawab "karena malaikat jibril turun kebumi dan memberitahukan kepadaku tentang kematian Sayyidina Husein yang kelak akan dibunuh oleh umatku yang durhaka, dan malaikat jibril juga memberitahukan tanah tempat kematiannya", namun peristiwa disimpan oleh baginda Nabi Muhammad dan tidak diceritakan kepada ibunda Husein yang melainkan putri kesayangannya Sayyidah Fatimah, karena baru saja mempertaruhkan nyawanya dan diliputi rasa bahagia setelah berhasil melahirkan putranya.
Ilustrasi Madinah Al-Munawwarah Masa Lalu |
Dalam sebuah kitab At-Tarikh Al-Kamil milik Ibnu Katsir diriwayatkan bahwa Nabi pernah menceritakan kejadian tersebut kepada salah satu istrinya Ummu Salamah, beliau menunjukkan sebongkah tanah berwarna kekuningan dan berpesan kepadanya "simpanlah tanah ini apabila suatu saat berubah warna merah, maka ketahuilah bahwa Al-Husein telah meninggal dunia karena dibunuh", dan tepat pada tanggal 10 Muharram 57 H /677 M Ummu Salamah melihat tanah itu berubah menjadi merah dan beliau menjadi orang pertama yang mengetahui perihal terbunuhnya Al-Husein, dari mulutnya pula berita ini menyebar keseluruh kota dan menggemparkannya.
Sejak kelahirannya, seisi langit menyambutnya dan memancarkan cahaya kesuciannya, dan seisi bumi diliputi rahmatnya dan semerbak bau wangi yang ditaburkan para malaikat. Kisah kehidupan dan kematiannya merupakan gambaran yang indah dari insan yang mulia, sifatnya yang penuh pengorbanan membuatnya terbunuh syahid demi menghindari peperangan darah beliau rela turun dari tahta kekhalifahan demi meninggikan bendera Islam, jiwanya tenteram dan bersih, walaupun begitu kedudukannya yang tinggi tidaklah berkurang dikalangan orang-orang shalih, layaklah beliau menyandang gelar sebagai Cucu Baginda Nabi Muhammad SAW dan Putra dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib seorang pemimpin yang memiliki gelar gudangnya ilmu Suami dari Sayyidah Siti Fatimah Az-Zahrah wanita berparas indah putri kesayangan Nabi Muhammad SAW.
Al-Husein menghabiskan masa kecilnya di kota Madinah, Rasulullah begitu mencintainya hingga kecintaan tersebut digambarkan oleh Usamah ibn Zahid dalam peristiwa yang disaksikannya sendiri, Usamah bertanya mengenai perihal keduanya, maka baginda Nabi Muhammad menjawab "Kedua anak ini adalah anakku dan anak putriku, sungguh aku mencintainya keduanya, maka cintailah keduanya, dan cintailah orang yang mencintai keduanya."
Tiang Masjid Nabawi. (Al-Husein sering berada di rumah Rasulullah dan di lingkungan masjid ini) |
Ayahnya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah pemimpin perang yang berwawasan jauh, Allah memberinya pengetahuan dan ilham terhadap perkara yang sulit dan tidak dapat dijangkau oleh semua orang, sehingga Rasulullah menyebutnya Gudangnya Ilmu, hingga suatu hari beliau keluar dari madinah menuju kufah, saat sampai karbala ia memandang sebuah tanah dengan pandangan yang amat duka dan berkata "Disinilah tempat pemberhentiannya, dan disinilah darahnya akan tumpah" orang-orang disekitarnya tak mengetahui maksud dari perkataan sedih tersebut, sampai beberapa tahun berlangsung dan terjadilah peristiwa tersebut.
Pengkhianatan Yang Menyakitkan
Masjid Umayyah Damaskus, Syria |
Setelah sepeninggal Rasulullah kekhalifahan Islam terbagi menjadi dua satu dipimpin oleh Sayyidina Ali dan satu lagi Muawiyah, semua itu terjadi dikarenakan pemberontakan Muawiyah yang masih termasuk keluarga dari Khalifah Utsman bin Affan yang sebelumnya menjabat gubernur damaskus. Saat Imam Ali Syahid karena terbunuh, maka terbukalah kesempatan Muawiyah menuju jenjang kekuasaan, Demi kutuhan umat Islam Al-Hasan bin Ali yang menggantikan kedudukan sang ayah berkompromi dan mengalah kepada Muawiyah dengan menyerahkan kekuasaan kepadanya agar Islam bersatu kembali, Tapi belakangan Imam Hasan justru diracun oleh seseorang hingga wafat pada tahun 50 Hijriah / 630 Masehi.
Setelah kejadian itu banyak yang mendorong Imam Husein melakukan sesuatu untuk memberontak kekhalifahan Muawiyah, di sisi lain muawiyah tidak terlalu memperdulikan isu pemberontakan itu yang didengarnya dari gubernur Hijaz Marwan bin Hakam dan menyuruhnya mendekati Imam Husein dengan baik-baik.
Kekacauan bermula saat masa akhir kekhalifahannya, Muawiyah menuruti saran Mughirah seorang Gubernur di Basrah, ia mengangkat Yazid sebagai penggantinya dan mengawali sistem pemerintahan monarki dalam Islam karena Yazid adalah anak dari Muawiyah dan melanggar perjanjian yang pernah disepakati antara Muawiyah dan Imam Al-Hasan yang menyerahkan kekuasaanya agar menjadi satu kembali dengan syarat bahwa pengangkatan khalifah berikutnya harus dilakukan secara demokratis, dengan pengangkatan Yazid sebagai Khalifah agar tidak terbentuk sebuah dewan pemilihan.
Dengan kejadian ini menimbulkan banyak keresahan karena selain Yazid adalah orang yang mementingkan kehidupan duniawi dia juga tidak dekat dengan Ulama, namun dia dengan licik berusaha memperkuat kekuasaanya dengan mendekati para ulama untuk meminta sumpah setianya, termasuk Imam Husein, secara bersamaan tiga sahabat yang cukup berpengaruh, yaitu Abudllah bin Umar, Abdurrahman bin Abu Bakar, dan Abdullah bin Zubair yang secara terang-terangan menolak yazid.
Melalui walid bin Utbah, gubernur Madinah yazid memerintahkan agar menyuruh seluruh penduduk Madinah untuk membaiatnya, mereka yang menolak akhirnya menyingkir ke Mekkah, selama di Mekkah sayyidina Husein menerima surat dari utusan orang kufah agar bersedia datang untuk menerima baiat dari mereka, tapi Sayyidina Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar menasehati agar tidak datang karena mengetahui bagaimana sifat orang kufah dan sebagian orang Irak yang suka berkhianat, namun Sayyidina Husein berbaik sangka kepada orang yang mengiriminya surat dan tetap mendatangi kufah.
Rute Perjalanan Imam Husein Dari Mekkah Menuju Karbala. |
Kemudian berangkatlah Sayyidina Husein dari Mekkah menuju Kuffah pada hari Tarwiyah dan sepupunya yang bernama Muslim bin Aqil bin Abu Thalib telah berangkat terlebih dahulu, dan akhirnya Sayyidina Husein dibaiat oleh orang kufah sebanyak kurang lebih 12.000 orang.
Tidak lama kemudian mereka terpecah saat kejadian baiat ini diketahui oleh Ubaidillah bin Ziyad penguasa kufah yang merupakan bawahan Yazid bin Muawiyah, kemudian Ubaidillah menangkap Muslim bin Aqil dan membunuhnya, dan berita ini sampai kepada Sayyidina Husein ketika berada di dekat Qadisiyah, kemudian saudara-saudara Muslim berkata "Kita tidak akan kembali hingga kita menuntut balas atas kematian saudara kita Muslim bin Aqil", Lalu Sayyidina Husein berkata "Tidak ada lagi keuntungan hidup sepeninggal kalian".
Kemudian Sayyidina Husein menceritakan perihal tersebut kepada orang yang menyertainya dan mengatakan barang siapa hendak pergi, maka pergilah dari sekarang, dan mereka memisahkan diri sehingga tersisa sahabat-sahabatnya yang datang dari Mekkah, mereka berjumlah 70 orang diantaranya 30 Orang menunggangi kuda.
Ketika itu Ubaidillah bin Ziyad mengirim komandan pasukannya bernama Hushain bin Tamim At-Tamimi disertai pasukan berkuda untuk mengepung Sayyidina Husein agar tidak kemana-mana di Qadisiyah, kemudian Ubaidillah mengirimkan lagi 1.000 orang pasukan berkuda yang dipimpin oleh Hur bin Yazid At-Tamimi untuk menyusul Sayyidina Husein dan berhenti dihadapannya, peristiwa ini terjadi tengah hari.
Sayyidina Husein kemudian berkata kepada mereka "Wahai manusia, ketahuilah bahwa ini alasanku kepadamu dan kepada Allah, sesungguhnya aku tidak akan mendatangi kalian seandainya surat-surat kalian dan orang utusan kalian dari kufah tidak datang ke tempatku, mereka telah mengundangku untuk datang ketempatnya di kufah dengan alasan tidak mempunyai Imam dan semoga lewat surat ini Allah SWT menyatukan kami di atas petunjuknya, dan aku sekarang telah mendatangi kalian memenuhi panggilan surat tersebut, bilaman kalian tidak senang terhadap kedatanganku maka aku siap kembali". Mereka terdiam mendengar pernyataan Sayyidina Husein dan membuat Hur bin Yazid menjadi ragu, nuraninya ingin membela Sayyidina Husein tapi ia bimbang mengingat dia diperintahkan Ubaidillah bin Yazid Gubernur Kufah dan memiliki pasukan yang kuat untuk mengirim Imam Husein ke karbala, sekitar 25 mil arah timur laut dari kufah.
Masjid Imam Husein di Kota Karbala, Irak (Pembantaian itu menjadi noda paling hitam dalam sejarah Islam) |
Kemudian seorang dari pihak Sayyidina Husein mengumandangkan Adzan , lalu melaksanakan shalat Dzuhur berjamaah dan Hur bin Yazid beserta pasukannya ikut shalat didalamnya dan kembali ke posisi semula setelah shalat dzuhur, sampai setelah shalat ashar Sayyidina Husein mendatangi mereka dan berkata "Bila kalian semua bertaqwa kepada Allah SWT serta mengetahui hak seseorang maka hal itu membuat Allah ridha, kami para Ahlul bayt lebih utama memimpin daripada mereka yang berjalan dengan sikap sombong dan penuh kedzaliman, karena itu jka kalian tidak senang kepada kami, dan bersikap masa bodoh terhadap hak kami dan kalian berubah pikiran tidak seperti isi surat kalian kepada kami kapan hari, aku siap pergi meninggalkan kalian" lalu Sayyidina Husein mengeluarkan dua wadah yang penuh dengan lembaran surat-surat dari mereka lalu dihamburkannya dihadapan mereka.
Lalu Hur bin Yazid berkata : " Sesunggunya kami telah mendapat perintah jika kami menemukan tuan kami harus membawa tuan ke kufah untuk menghadap Ubaidillah bin Ziyad dan tidak melepaskan tuan dan bersedia tunduk dibawah perintah Ubaidillah bin Ziyad". Tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh Sayyidina Husein RA. Tidaklah pantas seorang cucu Rasulullah SAW serta putra seorang Khalifah menyerahkan diri begitu saja. Kemudian bertekad untuk berperang karena dengan ijtihadnya berada dalam kebenaran, Sayyidina Husein berkata : "Kami telah ditelantarkan oleh para pengikut kami, karena itu barang siapa diantara kalian ingin pergi meninggalkan kelompok kami hendaklah pergi tanpa ada yang mempermasalahkan dan tanpa mendapat kecaman dari pihak kami." maka kebanyakan mereka memisahkan diri sehingga tersisa orang yang benar-benar setia dan kebanyakan dari mereka dari kalangan Ahlul bayt.
Kemudian Sayyidina Husein bergerak untuk tetap meninggalkan Qadisiyah dan dibelakangnya di ikuti Hur bin Yazid yang mengiringinya dan terus mencegah Sayyidina Husein untuk tidak kembali pulang.
Tiba hari Jumat tanggal 3 Muharram tahun 61 Hijriah / 15 Oktober 680 Masehi, datanglah Umar bin Sa'ad bin Abi Waqas dari kufah dengan di iringi 4.000 pasukan berkuda, dan kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang mengirim surat kepada Sayyidina Husein untuk datang ke kufah dan membaiatnya.
Kemudian Umar mengirimkan utusannya untuk menanyakan kedatangannya ke kufah, maka Sayyidina Husein menjawab "Orang-orang kalianlah yang mengirimi aku surat untuk datang ke kufah, maka aku melakukannya, jika kalian tidak suka terhadap itu, sungguh aku siap pergi dari tempat kalian."
Umar bin Sa'ad kemudian mengirimkan laporan kepada Ubaidillah bin Zayid mengenai hal itu, maka dibalaslah surat Umar tersebut oleh Ubaidillah bin Zayid yang berisi "Jika Sayyidina Husein mau membaiat Yazid maka kami akan menentukan sikap, jika tidak bersedia halangilah mereka dari tempat air." dan menyebabkan selama empat hari (7-10 Muharram) rombongan mereka kehausan, sampai-sampai membuat Hur bin Yazid terharu dan tersentuh hatinya melihat cucu Baginda Nabi Muhammad sengsara, lunglai, kehausan dan kelaparan.
Umar bin Yazid kembali melakukan perundingan dengan Sayyidina Imam Husein dan melaporkannya kepada Ubaidillah bin Zayid, dirasa Ubaidillah terlalu berbelas kasihan maka dikirimlah Syamir bin Dzil Jausyan untuk datang memperingatkan Umar agar melaksanakan tugas secepatnya yatitu membawa Sayyidina Husein dan rombongannya menghadap Ubaidillah bin Zayid dan tunduk terhadapnya, dan apabila menolak ia harus diperangi, Selain itu Ubaidillah juga berkata kepada Syamir "Jika umar bin Sa'ad mau melakukan apa yang kuperintahkan, dengarkanlah perintahnya, jika ia membangkang engaku ambil alih kepemimpinannya dan tebaslah lehernya".
Selain itu Syamir juga membawa sebuah surat dari Ubaidillah bin Zayid untuk Umar bin Sa'ad "sesungguhnya aku mengirim kamu bukan untuk membiarkannya dan tidak pula memberinya harapan dan memperpanjang kesempatannya, dan tidak pula supaya kamu berlutut dihadapanku guna memintakan pertolongannya, hadapkanlah Husein dan pengikutnya kehadapanku dan bersedia tunduk dibawah perintahku, maka apabila ia menolak seranglah mereka sehingga kamu dapat membunuh mereka dan cacahlah tubuh-tubuh mereka, karena sesungguhnya mereka layak menerima itu. kemudian jika Husein telah dibunuh injaklah dada dan punggungnya dengan kuda-kuda kalian, jika kamu sanggup melaksanakan maka akan kami beri balasan, tapi jika tidak tinggalkanlah pasukanmu dan serahkanlah urusanmu kepada Syamir."
Pedang yang seharusnya digunakan untuk menegakkan agama justru dipakai membunuh ahlul bayt (Ilustrasi) |
Semua Putra Imam Husein Terbunuh Kecuali Ali Ausath
ketika perintah ini diterima oleh Umar bin Sa'ad segera dia mempersiapkan pasukannya dan meberitahu Sayyidina Husein mengenai isi surat dari Ubaidillah bin Ziyad, kemudian Sayyidina Husein meminta penundaan sampai besok pagi, maka dimalam hari semua kelompok Sayyidina Husein menjalankan Qiyamul lail. kemudian setelah shalat subuh Umar bin Sa'ad memulai peperangan dan mengepung Sayyidina Husein dari semua penjuru.
Sayyidina Husein berseru : "Wahai orang kufa aku tidak pernah melihat orang yang paling berkhianat seperti kalian semua, kalian telah berteriak-teriak kepada kami, lalu kami mendatangi kalian, lalu kalian cepat-cepat membaiat kami secepa lalat. Dan ketika kami telah berada diantara kalian , kalian langsung bertebaran menjauhkan diri seperti laron-laron yang berhamburan. Kalian menghadapi kami dengan hunusan pedang layaknya musuh-musuh kami, padahal tidak ada dosa yang kami perbuat kepada kalian. Ingatlah... laknat Allah SWT pasti menimpa orang-orang yang Dhalim. Sungguh jelek kalian dan sungguh celaka sekali, binasalah kalian... binasalah...." kemudian terjadilah perang sampai waktu Dzuhur dan berhenti untuk melaksanakan shalat kemudian berperang kembali sesudahnya, dan pengikutnya sudah banyak yang gugur, Satu demi satu sahabat, saudara, sepupu, Sayyidina Husein wafat sebagai Syuhada.
Yang mula-mula gugur antara lain Ali Akbar bin Imam Husein, Abdullah bin Ja'far, Qasim bin Husein. Hur bin Ziyad yang tadinya berada di pihak lawan akhirnya membelot dan membela Sayyidina Husein dan berseru "Wahai putra Rasulullah, saya adalah orang pertama melawan kalian tapi sekarang saya di pihak kalian mudah-mudahan saya bisa mendapat syafaat dari kakekmu." lalu ia berperang mati-matian sampai terbunuh.
Peta pertempuran karbala yang sangat tidak seimbang dan tidak adil (Ilustrasi) |
Akhirnya tinggallah Sayyidina Husein bersama bayinya Ali Al-Asghar, lalu bayi ini menangis karena kehausan maka Sayyidina Ali berjalan menuju lawannya sambil menggendong bayinya lalu menyampaikan maksudnya, pasukan Yazid bukan memberi bayi tersebut minum mereka justru memanah sang bayi tak berdosa itu sampai wafat.
Dengan perasaan campur aduk sedih, dan marah, Imam Al-Husein menggendong Ali Al-Asghar yang berdarah-darah ke pangkuan ibunya Syahr banu, lalu kembali melawan musuhnya sampai mereka berhasil melemahkannya dengan luka-luka yang banyak. saat itu Imam Husein merasa sangat kehausan, sehingga jatuh ke tanah. Lalu seorang lelaki dari kindah menyerangnya dengan pedang tepat mengenai kepalanya. Darah mengalir dari kepalanya dan Sayyidina Husein mengambil darah di kepalanya dan menuangkan di tanah sambil berkata "Ya Allah, jika engkau menahan pertolonganmu hari ini kepadaku, jadikanlah ini yang terbaik buat kami dan balaslah mereka yang dhalim ini."
Sayyidina Husein sangat kehausan dan mendekati mata air untuk minum tapi Hushain bin Tamim langsung memanahnya tepat mengenai mulutnya, maka Sayyidina Husein berkata "Ya Allah bunuhlah Hushain dengan kehausan." tidak lama setelah peperangan Hushain merasakan panas didalam perutnya dingin dibelakang punggungnya, sehingga es dan kipas didepannya dan perapian di punggungnya, dan kemudian meninggal beberapa lama setelahnya.
Ketika merasa tubuhnya lemah sekali maka Sayyidina Husein berdoa "Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepadamu terhadap perlakuan yang diberikan kepada cucu Nabimu. Ya Allah, hitunglah jumlah mereka dan binasakan mereka dan jangan disisakan."
Seketika itu musuh menyerangnya dari segala arah, Shar'ah bin Syarik At-Tamimi memukul telapak tangan kiri Sayyidina Husein dengan pedang, kemudian Sinan bin Atsan An-Nakha'i menusuk dengan tombak, kemudian yang memenggal kepalanya adalah Syamir bin Dzil Jausyan dan membawanya kehadapan Ubaidillah bin Ziyad, serta menginjak-injak tubuhnya dengan kuda seperti yang telah diperintahkan.
Ketika Umar bin Sa'ad membawa kepala Sayyidina Husein saat beristirahat pasukannya memainkan kepalanya, bahkan terkadang ditancapkan ke tombaknya, sampai ada seorang pendeta Nashrani bertanya kepada mereka, "Kepala siapa yang kau bawa itu?" lalu mereka menjawab "Ini adalah kepala Al-Husein putri Siti Fatimah dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, mendengar itu pendeta tersebut marah dan mengutuk mereka dan meminta agar kepalanya diperbolehkan bermalam di biaranya sehari dengan upah 10.000 dinar, tentu saja permintaan tersebut dikabulkan, dan saat malam hari pendeta ini membersihkan luka-lukanya dan kotorannya lalu ditaburi wangi-wangian dan diletakkan dipangkuannya sambil menangis, esoknya dia menjadi seorang muslim karena semalam telah melihat cahaya yang memancar dari kepala Sayyidina Husein, dan memutuskan keluar dari biara dan menjadi pelayan Ahlul Bayt.
Enam dari tujuh anak Sayyidina Husein meninggal di padang karbala, juga istrinya Syahr Banu, mereka adalah Ali Al-Akbar, Ali Ausath, Ali Al-Asghar, Abdullah, Sakinah, Fatimah, Zainab sedangkan Zainab bibinya meninggal di tenda saat melindungi Ali Zainal Abidin yang tengah sakit di tenda, dan saat pasukan menyerbu tendanya Zainab berteriak dengan gigih melindungi Ali Zainal Abidin "Apakah kalian tidak menyisakan satu lelakipun dari keluarga kami?." lalu pasukan tersebut meninggalkan tenda tersebut menyisakan Ali Zainal Abidin dan menjadikannya satu-satunya keturunan Rasulullah SAW yang selamat dan meneruskan keturunannya dari jalur Husein hingga menyebar ke seluruh pelosok negri, dimana di Indonesia keturunan ini akrab disebut dengan Habib atau Habaib.
Tubuh imam Husein dimakamkan di karbala, sedangkan kepalanya di pemakaman Baqi, Madinah di sisi kakaknya Sayyidina Hasan dan ibunya Sayyidah Fatimah.
Balasan Terhadap Mereka
Didalam kitabnya Ash-Shawaiq Al-Muhriqah menjelaskan bahwa setelah tragedi tersebut tidak ada satupun orang yang selamat dari siksa dunia, mereka mati terbunuh, buta, dan banyak sekali adzab yang diturunkan Allah kepada mereka sehingga banyak yang mati secara tidak wajar. Dalam karyanya yang lain Ibnu Hajar mengkisahkan tentang pembunuh yang membawa kepala Sayyidina Husein kepada Ubaidillah bin Ziyad dan mengharapkan imbalan yang sangat besar dan bersyairlah
Akan kupenuhi kantongku dengan emas dan perak
sebagai ganjaran membunuh raja yang tak bermahkota
Seseorang yang pernah shalat di dua kiblat
yang berasal dari keturunan mulia
Akulah pembunuh orang yang terbaik ayah bundanya
mendengar syair itu Ibnu Ziyad marah karena merasa dihina "Kalau kau tahu itu, mengapa kau bunuh dia? Demi Allah kau tidak akan mendapatkan imbalan melainkan aku sertakan engkau dengannya" kemudian memerintahkan pengawal untuk menebas lehernya.
Pesta kemenangan pasukan Ubaidillah bin Ziyad ini juga tidak berlangsung lama, kemenangan yang mereka anggap sebagai keberhasilan memantapkan kekuasaanya di segala penjuru Islam justru menjadi sebaliknya, setelah mengetahui kejadian itu seluruh umat Islam mengecam tindakan tersebut karena telah melampaui batas dan sangat biadab terlebih yang mereka perlakukan seperti itu adalah keluarga dan keturunan Rasulullah SAW.
Yazid bin Muawiyah yang pertama senang dengan kemenanga itu tiba-tiba menjadi murung, teringat nasehat ayahnya "Usahakan sejauh mungkin agar tidak terjadi pertumpahan darah di kalangan umat Islam" dan meramalkan suatu saat akan terjadi tipu daya orang kufah untuk menjebak Husein, maka apabila itu terjadi maka jika kau mempunyai kekuasaan dan wewenang maafkanlah, dia seorang cucu Rasulullah SAW dan masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita.
Teringat hal itu Yazid menyadari kesalahannya dan kemarahan umat Islam terus menghantuinya, dan merubah sikapnya, dia pun mulai menghormati dan memperlakukan para keluarga Al-Husein yang masih hidup dengan ramah, walaupun begitu Yazid meninggal dengan cara yang hina yaitu jatuh dari kuda saat mengejar monyet disebabkan patah lehernya, sedang Syamr bin Dzil Jausyan yang ikut membunuh Al-Husein terbunuh oleh Mukhtar bin Abi Ubaid dan melemparkan tubuhnya agar dimakan oleh anjing.