Senin, 07 Maret 2022 0 komentar

Manaqib Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Qubah Ampel)

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi


Beliau lahir di kota Khola' Rosyid, Hadramaut, Yaman Selatan, pada tahun 1265 H atau 1845 M. Sejak kecil beliau diasuh oleh pamannya yaitu Al-Habib Sholeh bin Muhammad Al-Habsyi. Sejak itu beliau menjadi besar dalam didikan pamannya, sehingga mengikuti jalan dan perilakunya.

Ayah beliau, Al-Imam Al-'Arif Billah Al-Habib Idrus bin Muhammad Al-Habsyi telah bepergian ke Indonesia untuk berdakwah, Sejak kecil ia diasuh oleh pamannya, Habib Sholeh bin Muhammad Al-Habsyi dan wafat di kota Cirebon serta dimakamkan disana. Ayahandanya, Habib Idrus bin Muhammad Al-Habsyi, berdakwah ke Indonesia dan wafat pada 1919 M di Jatiwangi, Majalengka. Sedangkan ibu beliau adalah Syeikhoh Sulumah binti Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al hadhrami (putri Syeikh Salim bin Smeer penyusun kitab Safinah Najah).

Pada masa mudanya, Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi telah menuntut ilmu agama yang cukup mendalam, menguasai dan memahaminya. Berbagai ilmu agama yang beliau dapatkan dari ulama masa itu diantaranya ilmu tafsir, hadits dan fiqih. Para ulama dan orang-orang sholeh saat itu telah menyaksikan ketaqwaan dan kedudukan beliau sebagai ulama yang 'aamil (mengamalkan ilmunya).

Seperti hanya para ulama yang lain, di masa mudanya Habib Muhammad juga rajin menuntut ilmu agama hingga sangat memahami dan menguasainya. Beberapa ilmu agama yang ia kuasai, antara lain, tafsir, hadits dan fiqih. 

Status sebagai anak yatim tidak berpengaruh kepada terhadap diri beliau, karena ibunya dengan penuh kesabaran mendidiknya dan tidak menikah lagi. Di tambah lagi asuhan dan perhatian dari para pamannya, terutama Al-Habib Sholeh bin Muhammad Al-Habsyi yang menjadi munshib Al-Habsyi di negerinya, beliau dibesarkan dalam didikan pamannya ini sehingga mengikuti jalan dan perilakunya.

Sebelum genap berusia tujuh tahun, beliau telah mulai mempelajari Al-Qur’an kepada mu’allim Ali Syuwa’i pada tempat pengajian umum di Hauthah. Kemudian beliau menghatamkannya pada Syeikh Ahmad Al-Baiti, munsyid di kubah datuknya, Sayyidina Ahmad bin Zain Al-Habsyi. Dalam perjalanan menuntut ilmunya beliau mengerahkan seluruh segala kemampuannya untuk belajar baik ketika masih di Hauthah maupun di berbagai tempat lain di Hadramaut. Disebagian tempat beliau menetap dalam waktu lama dan di sebagian yang lain beliau hanya tinggal beberapa saat. Al-Ghorfah, Sewun, Tarim, Syibam dan Du’an adalah sebagian diantara kota-kota yang didatanginya.

Selain mempelajari Al-Qur’an, sejak kecil beliau juga belajar ilmu fiqih, hadits, tafsir, tasawwuf, nahwu, sharaf, dan sebagainya. Di dalam Qurrah al-‘Ain disebutkan, di antara kitab-kitab yang dibacanya pada pamannya, Al-Habib Sholeh dan pamannya yang lain Al-Habib Abdullah, adalah kitab Ar-Risalah Al-Jami’ah karya datuknya Al-Habib Ahmad bin Zain, Bidayah Al-Hidayah dan umdah as-Salik dalam fiqih, Al-Jurummiyah dan Al-Mutammimah dalam nahwu. Kepada gurunya Al-Habib Abdullah bin Thoha Al-Haddar Al-Haddad, beliau belajar membaca kitab Fathul-Mu’in, rujukan sangat penting dalam fiqih syafi’i.

Guru-gurunya yang lain dalam fiqih dan tasawwuf adalah Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Al-Habib Idrus bin Umar  Al-Habsyi, Al-Habib Idrus bin Abdul Qadir bin Muhammad Al-Habsyi, Al-Habib Muhsin bin Alwi Assegaf, Al-Habib Hasan bin Husein bin Ahmad Al-Haddad, dan lain-lain. Di antara semua gurunya yang menjadi Syeikh fath (guru pembukanya) adalah Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.

Sejak kecil beliau sering dido'akan dan diilbas (dikenakan pakaian, yang tujuannya sebagai pengangkatan atau pengakuan) oleh para alim ulama. Muridnya, Al-Allamah As-Sayyid Abdullah bin Thahir Al-Haddad mengatakan dalam kitab qurrah Al-‘Ain bahwa, di antara yang mendo'akan dan meng-ilbas-nya adalah Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr seorang ulama terkemuka. Banyak gurunya yang telah melihat kelebihannya sejak kecil. Mereka telah melihat tanda-tanda kewalian pada dirinya.

Tahun 1281 H, pada usia 16 tahun beliau menunaikan haji untuk pertama kalinya dengan menaiki kapal dagang yang menuju ke Jeddah. Setelah itu kembali ke negerinya, Hauthah. Tetapi hanya beberapa bulan berada di tengah-tengah keluarganya, setelah itu belaiu kembali lagi ke Hijaz untuk menunaikan haji yang kedua, setelah musim haji selesai beliau tidak pulang melainkan menetap di Haramain dan menimba ilmu kepada para ulama.

Di antara para gurunya di Haramain adalah Sayyid Fadhl bin Alwi bin Alwi bin Muhammad bin Sahl Maulad Dawilah yang kemudian menjadi tokoh habaib di Turki, Al-Allamah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mufti syafi’i di Makkah, Al-Allamah Sayyid Umar bin Abdullah Al-Jufri, dan Al-Allamah Asy-Syeikh Muhammad bin Muhammad Al-‘Azab, beliau juga mendalami tajwid kepada sayyid Muhammad An-Nuri.

Kemudian takdir Allah menentukan beliau untuk pergi ke India, tetapi karena hatinya merasa tak tenang tinggal disana akhirnya beliau menuju singapura dalam perjalannya di jawa. Selama beberapa tahun beliau tinggal di Jakarta menggeluti perdagangan di samping belajar kepada Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Muhammad bin Hamzah Al-Attas, Al-Allamah Al-Habib Umar bin Hasan Al-Jufri  dan sejumlah tokoh ulama lainnya.

Demikianlah terus berlanjut sampai Allah melimpahinya cahaya ilmu dan kewalian yang membuatnya terkenal dimana-mana, maka berdatanganlah orang-orang yang ingin belajar dan mendapatkan manfaat darinya dari berbagai tempat di antaranya Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar, Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Al-Habib Thahir bin Alwi Al-Haddad, Al-Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf.

Ahklaq dan budi pekertinya sangatlah baik, beliau adalah seorang yang pemurah dan berkasih sayang terhadap orang lain, apalagi kepada orang-orang yang lemah, apa-apa yang Allah berikan kepadanya tidak segan-segan beliau memberikannya kepada siapa saja yang mendatanginya, beliau seorang yang murah senyum, lemah lembut tutur katanya dan sangat baik sambutannya, itulah perangainya meneladani perangai datuknya, Nabi Muhammad SAW. Setiap orang yang duduk di sampingnya akan merasa bahwa dirinyalah yang paling dicintai dan dipilihnya sebagai sahabat karib.

Salah seorang ulama besar, Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi telah mengutarakan dalam surat-menyurat dengan beliau yang artinya kurang lebih demikian, "Sesungguhnya orang-orang berpergian ke Indonesia untuk bekerja dan mencari harta keduniaan, tetapi sesungguhnya putra kami Muhammad bin Idrus Al-Habsyi bekerja dalam dakwah Islamiyyah untuk mencapai Ash-Shiddiqiyyah Al-Kubro (tingkatan tertinggi di kalangan Wali Alloh)".

Kemudian beliau pergi haji ke Makkah dan berziarah ke Madinah kepada datuknya Baginda Nabi Muhammad SAW. Kemudian beliau menuntut ilmu dari ulama-ulama Al-Haramain (Mekkah-Madinah), diantaranya ulama yang terkenal di Makkah saat itu yaitu Al-Imam Al-Habib Husein bin Muhammad Al-Habsyi.

Ketika menunaikan ibadah haji ke Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah, ia sekalian menuntut ilmu kepada beberapa ulama besar di Al-Haramain alias dua kota suci tersebut. Salah seorang di antara para ulama besar yang menjadi gurunya adalah Habib Husain bin Muhammad Al-Habsyi.

Banyak kalangan mengenal Habib Muhammad sebagai ulama yang berakhlak mulia, dan sangat dermawan. Ia begitu ramah dan penuh kasih sayang, sehingga siapa pun yang sempat duduk di sampingnya merasa dirinyalah yang paling dicintai. Ia selalu tersenyum, tutur katanya lemah lembut. Itu semua tiada lain karena ia berusaha meneladani akhlaq mulia Rasulullah SAW.

Tak heran jika masyarakat di sekitar rumahnya, bahkan juga hampir di seluruh Surabaya, sangat mencintai, hormat dan segan kepadanya. Ia juga dikenal sebagai juru damai. Setiap kali timbul perbedaan pendapat, konflik, pertikaian di antara dua orang atau dua pihak, ia selalu tampil mencari jalan keluar dan mendamaikannya. Sesulit dan sebesar apa pun ia selalu dapat menyelesaikannya.


Ayah bagi Fakir Miskin dan Anak Yatim

Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi lebih dikenal sebagai ulama yang mencintai fakir miskin dan anak yatim. Itu sebabnya kaum muslimin menjulukinya sebagai "bapak kaum fakir miskin dan anak yatim." Semasa hidupnya ia rajin berdakwah ke beberapa daerah. Dalam perjalanan dakwahnya, ia tak pernah menginap di hotel melainkan bermalam di rumah salah seorang Habib.

Hampir setiap hari banyak tamu yang bertandang ke rumahnya, sebagian dari mereka datang dari luar kota. Ia selalu menyambut mereka dengan senang hati dan ramah. Jika tamunya tidak mampu, ia selalu mempersilakannya menginap di rumahnya, bahkan memberinya ongkos pulang disertai beberapa hadiah untuk keluarganya.

Ia juga memelihara sejumlah anak yatim yang ia perlakukan seperti halnya anak sendiri. Itu sebabnya mereka menganggap Habib Muhammad sebagai ayah kandung mereka sendiri. Tidak hanya memberi mereka tempat tidur, pakaian dan makanan, setelah dewasa pun mereka dinikahkan.

Sebagai dermawan, ia juga dikenal gemar membangun tampat ibadah. Ia, misalnya, banyak membantu pembangunan beberapa masjid di Purwakarta (Jawa Tengah) dan Jombang (Jawa Timur). Dialah pula yang pertama kali merintis penyelenggaraan haul para waliyullah dan shalihin. Untuk pertama kalinya, ia menggelar haul Habib Muhammad bin Thahir Al-Haddad di Tegal, Jawa Tengah. Ia juga merintis kebiasaan berziarah ke makam para awliya dan shalihin.

Menjelang wafatnya, ia menyampaikan wasiat, "Aku wasiatkan kepada kalian agar selalu ingat kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT menganugerahkan keberkahan kepada kalian dalam menegakkan agama terhadap istri, anak dan para pembantu rumah tanggamu. Hati-hatilah, jangan menganggap remeh masalah ini, karena seseorang kadang-kadang mendapat musibah dan gangguan disebabkan oleh orang-orang di bawah tanggungannya, yaitu isteri, anak, dan pembantu. Sebab, dia adalah pemegang kendali rumah tangga."

Akhlak dan budi pekerti beliau sangatlah terpuji, mulia keturunannya, murah tangan dan kasih sayang, apa-apa yang Allah berikan kepadanya tidak segan-segan diberikan kepada siapa saja yang mendatangi beliau.

Daripada kemuliaan akhlak beliau, setiap orang yang duduk disampingnya akan mengetahui bahwa dirinyalah yang paling dicintai, dan memilihnya sebagai sahabat karib, yang mana dapat dilihat dari senyum mukanya, lemah lembut tutur katanya dan sambutannya yang sangat baik. Inilah akhlak dan perangai beliau, sebagaimana meneladani perangai datuknya Nabi Muhammad SAW.

Beliau dalam setiap kali perjalanan dakwahnya ke daerah-daerah, tidak akan bermalam di salah satu tempat yang beliau singgahi kecuali di tempat tersebut terdapat Ahlul Bait cucu Rasullullah SAW.

Beliau apabila ada orang bertamu ke kediamannya, beliau selalu bertanya tentang hal ihwal anak-anak dan cucu-cucu orang tersebut. Juga demikian dengan tamu dari luar kota, beliau menyambut dengan ramah tamah dan senang hati. Bahkan apabila yang datang fakir miskin, diberikan kepadanya ongkos pulang disertai hadiah untuk anak istrinya.

Inilah kebiasaan beliau selama hidupnya. Juga tak ketinggalan rumah beliau selalu terbuka untuk tamu, dan tak pernah kosong daripadanya. Terlebih lagi fakir miskin yang tidak mempunyai hasil yang menentu, mereka menginap di rumah beliau.

Anak-anak yatim yang dipelihara oleh beliau, mereka menilai bahwa Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi lebih baik dari ayah-ayah mereka, karena beliau menyamakan anak-anak yatim itu dengan anak-anaknya sendiri, di dalam memberikan pakaian, makanan, minuman dan tempat tidur. Apabila anak-anak yatim itu telah besar, beliau mengurus perkawinan mereka dan memberikan apa-apa yang mereka butuhkan. Tidak mengherankan beliau adalah ayah dari anak-anak yatim dan miskin.

Beliau sangat dicintai oleh masyarakat umum maupun khusus, diantara amal beliau yaitu mendamaikan dua belah pihak yang bertengkar dan salah paham, sampai kemudian terjadi ishlah (berbaikan). Walaupun masalahnya besar dan sulit, dapat pula beliau selesaikan dengan baik.

Dari sebagian amal jariyah beliau, yaitu pembangunan masjid di Purwakarta, masjid Raudhoh di Jombang, dan lainnya. Beliau juga sebagai perintis pertama pengadaan haul-haul para Wali Allah dan Sholihin dari hamba-hamba Allah. Untuk pertama kalinya beliau mengadakan haul Al-Imam Al-Habib Muhammad bin Thohir Alhaddad yang terkenal di kota Tegal. Berziarah ke tempat bersejarah para Auliya dan Sholihin banyak dilakukan oleh beliau, yang diikuti pula oleh khalayak ramai.

Pada setiap hari kamis bulan Rabi’ul Awwal, beliau mengadakan pembacaan maulid Nabi seperti yang dilakukan oleh gurunya Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi di Sewun. Beliau melaksakannya di daerah jatiwangi dekat Cirebon. Lalu memindahkannya ke Bogor sampai timbul rintangan-rintangan dan fitnah dari orang-orang yang dengki. Kemudian beliau memindahkannya lagi ke Surabaya dengan bantuan kapten Arab dari keluarga Boubseith. Demikianlah hal itu berlangsung terus sampai beliau wafat. Sepeninggalnya yang meneruskan adalah Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi di Jakarta di sekolah jamiat kheir, setelah meminta izin kepada para pengurusnya. Maulid ini berlangsung terus sejak tahun 1338 H/1920 M sampai tahun 1355 H/1936 M (17 tahun). Ketika Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi membangun masjidnya di Kwitang ia pun memindahkan gelaran maulid ke masjid itu pada tahun 1356 H/1937 M.


Wasiat Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi 

Setiap apa-apa yang menimpa dirimu ataupun orang lain dari hal-hal yang menyimpang atau kesulitan-kesulitan, gangguan-gangguan dan cobaan-cobaan, semua ini penyebabnya adalah mereka meremehkan perintah Allah, tidak menganggap dan tidak perduli atas  hak-hak Allah yang seharusnya dipenuhi oleh hamba-Nya. 

Sebagaimana yang telah engkau saksikan, seseorang itu apabila istrinya tidak melaksanakan shalat maka dia diam saja tanpa memberi tindakan padanya, Tetapi apabila sang istri merubah rasa masakan yang biasa dimakannya atau tidak mencucikan pakaiannya, maka seketika itu juga timbul amarahnya kepada istrinya. 

Inilah masalah yang sering terjadi didepan mata kita, maka seharusnyalah manusia itu supaya secepatnya bertaubat setiap pagi, siang, sore dan malam hari bahkan kalau perlu bertobat setiap saat selama hidupnya, karena manusia itu setiap saat tidaklah selamat dari dosa yang diperbuatnya, kecuali orang-orang yang telah diselamatkan oleh Allah ta'ala dan itupun sedikit sekali.  

Semoga Allah selalu menjadikan kita dan kaum muslimin sebagai orang-orang yang selalu berjalan diatas jalan yang sesuai dengan orang-orang yang mendapat petunjuk. Amiiin................

Tanda-tanda dari lemahnya iman adalah berpalingnya manusia dari qodho dan qodar. Oleh karena itu engkau akan melihat seseorang apabila ia tidak berhasil memperoleh apa-apa yang diinginkannya, maka ia akan merasa sangat bersedih dan sangatlah susah dirinya. Sehingga keadaan ini menjadikan tabiatnya berubah menjadi keras terhadap keluarga dan anak-istrinya. 

Seandainya ia mengerti bahwa semua itu adalah merupakan irodah (kehendak) dan qodho (ketentuan) dari Allah semata, maka hatinya akan menjadi teduh dan akan menyerahkan semua urusan yang dialaminya kepada Allah Ta’ala.

Keadaan seperti ini tidaklah diperoleh kecuali dengan memberi kabar gembira pada hati kita dengan adanya iman yang telah melekat di dalamnya, sehingga akan membangkitkan rasa selalu ingat kepada Allah Ta’ala dan akan tercegah dari masuknya setan ke dalam hati, serta juga akan menyelamatkan hati dari berpaling kepada hal yang buruk.

Menerima apa yang telah terjadi itu adalah merupakan suatu lautan yang sangatlah dalam.

Beginilah keadaan beliau semasa hidupnya selalu taat dan taqwa kepada Allah, memberi manfaat kepada hamba-hamba Allah, memanfaatkan waktu dan umurnya serta membelanjakan hartanya di jalan Allah. Sampai akhir hayatnya memenuhi panggilan Allah untuk kembali ke alam baqa pada pertengahan malam Rabu, 12 Rabi'uts Tsani 1337 H/1917 M di kota Surabaya dan dimakamkan pada waktu ashar hari Rabu setelah disholatkan Yang mengimami shalat jenazah tokoh besar ini adalah tokoh besar juga yang sekaligus juga menantunya Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar, jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Ampel Gubah, Surabaya.



Demikianlah ringkasan dari riwayat hidup beliau, semoga kita semua mendapatkan manfaatnya.
Radhiyallahu anhu wa ardhah...

( Al-Kisah No.11 / Tahun IV / 22 Mei - 4 Juni 2006 )
0 komentar

Habib Umar Al-Mukhdor bin Abdurrahman Assegaf

بسم الله الرّحمن الرّحيم



Beliau adalah anak lelaki Syeikh Abdurrahman As-Segaf. Beliau seorang wali besar yang mempunyai karamah luar biasa. Karamahnya banyak diceritakan orang.

Beliau r. a. adalah putra Sayyidina Alfaqihil muqaddam Ats-Tsani Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladawilah. RadhiAllahu anhum wanafa anabihi. Beliau seorang wali besar dengan kekeramatan yang masya Allah. 

Imam Umar Muhdahr lahir di Tarim. Beliau dibesarkan dalam ketaatan kepada Allah SWT dan di didik dalam asuhan ayahnya, maha guru kaum shalihin, al-arif rabbani, hafal alqur’an dan kitab Minhaj al-Thalibin seperti beliau hafal surat al-fatihah yang ia pelajari dari ayah dan gurunya. Beliau mempunyai daya hafal yang luar biasa maka jika ia disodori kitab maka kitab tersebut dihafalnya dalam jangka waktu yang cepat.

Selain kepada ayahnya, beliau belajar fiqih kepada Syeikh Abu Bakar bin Muhammad Bafadhal. Kepada gurunya tersebut beliau mempelajari kitab Minhaj, Tanbieh, Ihya dan Tafsir yang hampir saja beliau menghafal kitab-kitab tersebut. Khusus ilmu batin beliau belajar kepada ayahnya.

Imam Umar Muhdhar seorang yang banyak bermujahadah, riyadhoh dalam amal-amal soleh, meninggalkan kesenangan dan kenikmatan, sedikit makan malam maupun siang, bahkan beliau tidak makan kurma selama tiga puluh tahun. Beliau berkata : Kurma dapat menimbulkan nafsu syahwat, karena itu aku melarang diriku sendiri untuk makan kurma". Beliau menunaikan ibadah haji ke baitullah selama empat puluh hari perjalanan tanpa merasakan makanan dan air, akan tetapi kekuatannya tidak berkurang dan tidak merasa lelah dalam perjalanan tersebut. Beliau pernah tinggal di sisi makam Nabi Hud a.s selama selama satu bulan tidak makan kecuali hanya beberapa ekor ikan. Seperti saudaranya Abu Bakar As-Sakran, beliau juga menguasai ilmu-ilmu tentang ketuhanan dan alam malakut serta rahasia alam gaib. Keadaan tersebut mulai diketahui sejak ayahnya masih hidup. Maka ayahnya berkata, "Kami temukan pada Umar sesuatu yang membuat kami mengetahui bahwa ia termasuk golongan auliya’ Allah." Beliau dapat membaca lafadz al-Tatief dalam satu nafas sebanyak seribu kali, begitu juga lafadz al-hafidz. 

Murid-murid Imam Umar Muhdhar yang utama diantaranya Syeikh Abdullah Al-Idrus dan saudaranya Syeikh Ali bin Abu Bakar As-Sakran, Syeikh Ahmad bin Abu Bakar, Syeikh Ahmad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, Sayyid Husin bin al-Faqih Ahmad bin Alwi, Sayyid Muhammad bin Abdullah bin Ali, al-Faqih Muhammad bin Ali Bazaqfam, Syeikh Abubakar bin Abi Qubail.

Pada zamannya, tidak ada satu orangpun yang dapat melebihi keutamaannya. Al-allamah Muhammad bin Ali al-khirrid berkata,"Saya mendengar ayahku berkata : Sesungguhnya pada diri Syeikh Umar Muhdhar terpelihara delapan puluh macam karamah". 

Berkata Syeikh Abdullah Al-Idrus, "Suatu hari saya mendengar Syeikh Umar berkata, jika dikumpulkan semua keluarga Ba’alawi yang ada dan ditimbang, maka timbangan tersebut sama dengan timbangan saya seorang diri". Berkata Sulthonah az-Zubaidiyah, "Saya melihat Syeikh Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf di suatu qubah dari cahaya yang naik menuju langit dan semua auliya’ berada di bawahnya, sedangkan ia di atasnya seperti bintang."

Diantara kekeramamatan beliau .ra ialah semua harta bendanya dibiarkan begitu saja tanpa dijaga sedikit pun. Anehnya siapa saja yang berani mengganggunya pasti terkena bencana seketika itu juga. Sampai pun jika ada seekor binatang yang berani mengganggu tanamannya tanpa sepengetahuan beliau binatang itu akan mati seketika itu juga.

Diriwayatkan ada seekor burung gagak yang makan pohon kurmanya. Burung itu segera dihalaukannya. Tidak lama kemudian, burung gagak itu pun kembali makan pohon kurma beliau. Dengan izin Allah burung gagak itu tersungkur mati seketika itu juga.

Sebagian pelayan beliau ada yang mengadukan tentang banyaknya kijang yang menyerang kebun beliau dan tetangga beliau banyak yang mentertawakannya. Beliau menyuruh pelayannya berseru untuk menyuruh semua kijang yang berada di kebun beliau segera meninggalkan tempat menuju ke kebun tetangga beliau yang mentertawakannya. Dengan izin Allah semua kijang itu menyingkir pindah ke kebun tetangga yang mentertawakan beliau. Terkecuali hanya seekor kijang saja yang tidak mau berpindah. Dengan mudah kijang tersebut dipegang oleh beliau dan disembelih.

Salah seorang pelayan beliau bercerita: "Ayah saudaraku mempunyai anak perempuan yang cantik. Setiap kali dipinang orang anak perempuan itu selalu menolak pinangannya". Aku mengadukan hal itu kepada Sayyid Umar Al-Muhdhor. Jawab beliau: "Anak perempuan ayah saudaramu itu tidak akan berkawin selain dengan engkau, dan engkau akan mendapatkan seorang anak lelaki daripadanya". Aku rasa apa yang dikatakan oleh Sayyid Umar Al-Muhdhor itu tidak mungkin akan terjadi pada diriku yang sefakir ini. Dengan izin Allah aku pun dipinang oleh anak perempuan ayah saudaraku itu. Aku kawin dengan anak perempuan ayah saudaraku dan mendapatkan seorang anak lelaki seperti yang dikatakan oleh Sayyid Umar Al-Muhdhor".

Seorang datang mengadu pada beliau: "Kalung isteriku dicuri". Sayid Umar Al-Muhdhor berkata: "Katakan pada orang banyak di sekitarmu, siapa yang merasa mengambil kalung itu hendaknya segera dikembalikan, kalau tidak dalam waktu tiga hari ia akan mati dan kalung tersebut akan kamu temui pada baju pencuri itu". Perintah beliau dijalankan oleh lelaki tersebut. Tapi tidak seorangpun yang mengaku perbuatannya. Setelah tiga hari ia dapatkan orang yang mencuri kalung isterinya itu mati. Waktu diperiksa ia dapatkan kalung isterinya itu berada dalam pakaian si mayat sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid Umar.

Pernah beliau memberi kepada kawannya segantang kurma yang ditempati dalam keranjang. Setiap hari orang itu mengambilnya sekedar untuk memberi makan keluarganya. Segantang kurma itu diberi berkat oleh Allah sehingga dapat dimakan selama beberapa bulan. Melihat kejadian itu si isteri tidak tahan untuk tidak menimbangnya. Waktu ditimbang ternyata hanya segantang saja seperti yang diberikan oleh Sayyid Umar Al-Mudhor. Anehnya setelah ditimbang kurma itu hanya cukup untuk beberapa hari saja. Waktu keluarga itu mengadukan kejadian itu pada Sayyid Umar beliau hanya menjawab: "Jika kamu tidak timbang kurma itu, pasti akan cukup sampai setahun".

Do'a beliau sangat mujarab, banyak orang yang datang pada beliau untuk mohon do'a. Ada seorang wanita yang menderita sakit kepala yang berpanjangan. Banyak dokter dan tabib yang dimintakan pertolongannya. Namun tidak satupun yang berhasil. Si wanita itu menyuruh seorang untuk memberitahukan penderitaannya itu kepada Sayyid Umar Al-Muhdhor. Beliau berkunjung ke rumah wanita yang sakit kepala itu dan mendo'akan baginya agar diberi sembuh. Dengan izin Allah wanita itu segera sembuh dari penyakitnya.

Ada seorang lelaki yang mengadu pada beliau bahwa ia telah kehilangan uang yang berada di dalam pundi-pundinya. Beliau berdo'a kepada Allah mohon agar uang lelaki itu dikembalikan. Dengan izin Allah pundi-pundi itu dibawa kembali oleh seekor tikus yang menggondolnya.

Beliau r.a wafat dikota Tarim pada tahun 833 H dalam keadaan bersujud waktu shalat dzuhur, dan dimakamkan di pekuburan Zanbal – Tarim Hadramaut. Beliau r.a mempunyai wakaf masjid yang besar dan megah dan dinamai Masjid Umar Muhdhor, masjid tersebut berdiri tetap berdiri tegak sampai saat ini.

Al-Imam al-Habib Umar Al Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf. Imam zamannya dalam ilmu, tokoh dalam tasawuf. Terkenal dengan kemurahan hatinya. Rumahnya tidak pernah sunyi dari para tamu yang datang berkunjung baik untuk kepentingan agama maupun kepentingan duniawi - Menjamin nafkah beberapa keluarga yang tak mampu dan mendirikan tiga buah masjid. Umar Al Muhdhar terkenal dengan do'anya yang amat mustajab. Wafat 833 H­

Karamah beliau banyak sekali sehingga sukar untuk disebutkan semua. Beliau wafat di kota Tarim pada tahun 833 H dalam keadaan bersujud waktu sholat Dhuhur. Beliau dimakamkan di perkuburan Zanbal, Tarim, Hadhramaut, Yaman.


Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak bersedih hati. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa. Bagi mereka diberika berita-berita gembira baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Allah tidak akan merubah kalimat (janji)-Nya yang demikian itu adalah keuntungan yang besar sekali (bagi mereka) (QS. Yunus : 62 – 64)

Maka kisahkanlah beberapa kisah agar mereka mau berfikir (QS. Al-A’raf : 176).

Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka adalah bahan peringatan bagi orang yang berfikir 
(QS. Yusuf : 111).

Tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah kehidupan kaum sholihin. Jika riwayat hidup kaum arifin dibacakan kepada orang mukmin, iman mereka kepada Allah akan bertambah. Demikian kata Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi r.a.

Ya Allah, jadikanlah hati kami terikat dalam kecintaan kepada mereka r.a dan kelak kumpulkanlah kami dan seluruh kaum muslimin dalam nikmat-Mu bersama mereka. Amin Allahumma amin.
0 komentar

Manaqib Habib Abu Bakar Sakran bin Abdurrahman Assegaf

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Imam Abu Bakar As-Sakran lahir di Tarim. Beliau dibesarkan dan dididik dalam rumah kemuliaan, ketaqwaan dan ilmu. Beliau seorang yang hafal alquran dan menamatkannya pada setiap pagi hari. Imam Abu Bakar merupakan kesayangan ayah dan saudara-saudaranya. Beliau dinamakan As-Sakran karena jika sedang beribadah kepada Allah SWT melupakan segala aktivitas lainnya tenggelam dalam suasana dzikir kepada Allah SWT. 

Beliau adalah Sayyidinal Imam Abu Bakar As-Sakran bin Syeikh al Ghauts Abdurrahman As-Seggaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghoyur bin Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali' Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-'Uraidhi bin Ja'far Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Siti Fatimah Az-Zahro binti Muhammad SAW

Beliau digelari dengan As-Sakran (mabuk), karena beliau mabuk dengan cintanya kepada Allah SWT.

Waliyullah Abu Bakar As-Sakran dikarunia lima orang anak laki, yaitu: Muhammad Al-Akbar, Hasan, Abdullah, Ali, dan Ahmad. Dari ketiga anaknya yang bernama Abdullah, Ali dan Ahmad menurunkan keluarga Al-Idrus, Syahabuddin, Al-Masyhur, Al-Hadi, Al-Wahath, Al-Munawar.

Waliyullah Abu Bakar As-Sakran wafat di Tarim tahun 821 Hijriyah.

Berkata saudara beliau Syeikh Ahmad bin Abdurrahman Assegaf, ‘Saya melihat mahkota guru besar berada di atas kepala saudaraku Abibakar’. Syeikh Umar Muhdar berkata, ‘Jika keluarga Abdurrahman Assegaf diberi suatu kemuliaan maka cukuplah saudaraku Abu Bakar merupakan kemuliaan itu’. Imam Abu Bakar As-Sakran berkata, ‘Derajatku sama dengan kakekku Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam yang mempunyai maqam auliya’. Beliau berkata pula, ‘Kakekku Ali bin Alwi telah memberi dua keistimewaan kepadaku, pertama aku mempunyai anak bernama Abdullah dan kedua aku mengetahui segala sesuatu yang berada antara Arasy dan Poros bumi’. 

Imam Abu Bakar As-Sakran adalah seorang yang sangat takut kepada Allah SWT, beliau pernah menyendiri mengasingkan diri dari keramaian selama sebelas bulan tidak tidur baik malam maupun siang. Beliau dapat menyaksikan ka’bah dan apa yang ada di sekitarnya dari kota Tarim. Beliau seorang yang selalu tenggelam dalam dzikir dan doa kepada Allah SWT, bertawassul kepada para auliya’ dan selalu bersikap khusnu dzhon, banyak mendoakan anak-anaknya. 

Syeikh Ali bin Abu Bakar As-Sakran dalam kitabnya al-Barkah al-Musyiqah menyatakan, …beliau adalah salah satu wali besar ahli ma’rifah yang sempurna dalam jalan kefakiran, pemaaf dan penyantun, tempat mengalirnya ilmu-ilmu syariah tanpa bisa dibendung, mempunyai kedudukan yang agung, suka berkhalwat. 

Pada suatu hari seorang lelaki ingin meminang seorang wanita, Syeikh Abu Bakar berkata, ‘lelaki ini tidak akan menikah dengan wanita tersebut, akan tetapi ia akan menikah dengan ibu wanita tersebut'. Kejadian tersebut terbukti dengan cerainya ibu wanita itu dengan suaminya dan kawin dengan lelaki yang meminang anak gadisnya.

Beliau adalah seorang wali Allah yang mempunyai berbagai macam karamah yang luar biasa. Beliau berasal dari keturunan Al-Ba'alawi. Sebagian dari karamahnya pernah diceritakan bahwasanya pernah ada dua orang yang datang ke kota Tarim (Hadhramaut) dengan maksud mengunjungi setiap orang terkemuka dari keluarga Al-Ba'alawi yang berada di kota tersebut. Setibanya di suatu masjid jami' keduanya mendapati Syeikh Abu Bakar sedang Shalat di masjid tersebut. Setelah shalat Jumaat selesai keduanya menunggu keluarnya Syeikh Abu Bakar dari masjid. Namun beliau tetap duduk beribadat dalam masjid sampai hampir matahari terbenam. Kedua orang itu merasa lapar, tapi keduanya tidak berani beranjak dari masjid sebelum bertemu dengan Syeikh Abu Bakar. Tidak lama kemudian, Syeikh Abu Bakar Assegaf menoleh kepada mereka berdua sambil berkata: "Ambillah apa yang ada dalam baju ini". Keduanya mendapati dalam baju Syeikh itu sepotong roti panas. Roti tersebut cukup mengenyangkan perut kedua orang tersebut. Bahkan masih ada sisanya. Kemudian sisa roti itu barulah dimakan oleh Syeikh Abu Bakar".

Diceritakan pula bahwa ada serombongan tamu yang berkunjung di Kota Tarim tempat kediaman Syeikh Abu Bakar Assegaf. Tamu itu tergerak di hatinya masing-masing ingin makan bubur gandum dan daging. Tepat waktu rombongan tamu itu masuk ke rumah Syeikh Abu Bakar, beliau segera menjamu bubur gandum yang dimasak dengan daging. Kemudian sebagian dari rombongan tersebut ada yang berkata: "Kami ingin minum air hujan". Syeikh Abu Bakar berkata kepada pembantunya: "Ambillah bejana itu dan penuhilah dengan air yang ada di mata air keluarga Bahsin". Pelayan itu segera keluar membawa bejana untuk mengambil air yang dimaksud oleh saudagarnya. Ternyata air yang diambil ari mata air keluarga Bahsin itu rasanya tawar seperti air hujan.

Pernah diceritakan bahawasanya ada seorang Qadhi dari keluarga Baya'qub yang mengumpat Syeikh Abu Bakar Assegaf. Ketika Syeikh Abu Bakar mendengar umpatan itu, beliau hanya berkata: "Insya-Allah Qadhi Baya'qub itu akan buta kedua matanya dan rumahnya akan dirampas jika ia telah meninggal dunia". Apa yang dikatakan oleh Syeikh Abu Bakar tersebut terlaksana sama seperti yang dikatakan.

Ada seorang penguasa yang merampas harta kekayaan seorang pelayan dari keluarga Bani Syawiah. Pelayan itu minta tolong kepada Syeikh Abu Bakar Assegaf. Pada keesokkan harinya penguasa tersebut tiba-tiba datang kepada pelayan itu dengan mengembalikan semua harta kekayaannya yang dirampas dan dia pun meminta maaf atas segala kesalahannya. Penguasa itu bercerita: "Aku telah didatangi oleh seorang yang sifatnya demikian, demikian, sambil mengancamku jika aku tidak mengembalikan barangmu yang kurampas ini". Segala sifat yang disebutkan oleh penguasa tersebut sama seperti yang terdapat pada diri Syeikh Abu Bakar.

Diceritakan pula oleh sebagian kawannya bahwasanya pernah ada seorang ketika dalam suatu perjalanan di padang pasir bersama keluarganya tiba-tiba ia merasa haus tidak mendapatkan air. Sampai hampir mati rasanya mencari air untuk diminum. Akhirnya ia teringat pada Syeikh Abu Bakar Assegaf dan menyebut namanya minta pertolongan. Waktu orang itu tertidur ia bermimpi melihat seorang penunggang kuda berkata padanya: "Telah kami dengar permintaan tolongmu, apakah kamu mengira kami akan mengabaikan kamu?" Waktu orang itu terbangun dari tidurnya, ia dapati ada seorang Badwi sedang membawa tempat air berdiri di depannya. Badwi itu memberinya minum sampai puas dan menunjukkannya jalan keluar hingga dapat selamat sampai ke tempat tujuan.
0 komentar

Manaqib Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Beliau adalah Al-‘Allamah As-Sayyid Al-Habib Al-Imam Ahmad bin Zein bin Alwi bin Ahmad Al-Habsyi Al-Husaini Asy-Syafi’i. Hidup antara tahun 1069 sampai 1145 Hijriyah atau 1658 sampai 1733 Masehi. Beliau adalah seorang ulama yang terkemuka dengan kehebatannya dalam ilmu-ilmu ‘aqliyah (akal) dan naqliyah (Al-Qur’an dan Al-Hadits). Hal ini tergambar dalam berbagai karyanya yang begitu banyak. Beliau bertalaqqi (belajar face to face) kepada banyak  ulama di kota Syibam, Seiwun, dan Tarim. Pada masa hidupnya beliau selalu menyibukkan diri dalam menuntut ilmu.  Demi memperoleh tambahan ilmu, beliau mendatangi para ulama yang tinggal di Ghurfah, Syibam, Tarim, Seiwun dan berbagai kota di Hadramaut.

Di antara guru yang ditemuinya adalah Al-Allamah Sayyid Abdullah bin Ahmad bin Abdullah Bilfaqih, yang mengajarkan kepada beliau ilmu tafsir, hadis, fiqih, tauhid, tasawuf, sejarah, bahasa dan berbagai ilmu lainnya.

Beliau juga menimba ilmu dari Quthbul Irsyad Al-Imam As-Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Dengan bimbingan Habib Abdullah Al-Haddad, beliau mengkaji lebih dari tujuh puluh kitab tentang berbagai disiplin ilmu. Disebutkan bahwa Habib Abdullah Al-Haddad meninggal ketika oleh beliau sedang dibacakan Al-Muwatho’. Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi membaca pelajarannya sebanyak 25 kali sebelum mengikuti pelajaran gurunya. Dan beliau mengulang pelajarannya sebanyak 25 kali seusai pelajaran. Beliau merupakan salah satu murid kesayangan Imam al-Quthb al-Irsyad al-Habib Abdullah al-Haddad shahibur Ratib. Kurang lebih 40 tahun beliau mulazamah kepada sang Imam. Beliau membaca lebih dari tujuh puluh kitab dihadapan Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad hingga tahun wafatnya sang guru, 1132 Hijriyah.

Beliau juga belajar kepada al-Imam Ahmad bin Abdullah Syarahil di kota Syibam. Kepada Syeikh Abdurrahim Bin Qadhi Baqusyair di kota Taris dan masih banyak lagi para ulama yang menjadi refrensi beliau menuntut ilmu.

Diantara para guru beliau yang lain adalah Syeikh Muhammad bin Abdullah Ba JamalSyeikh Abdurrahman bin Muhammad bin Umar Al-Qadli Ba Katsir.  Beliau juga banyak memiliki teman dari berbagai kalangan termasuk diantaranya para ulama seperti Syeikh Abdullah bin Utsman Al-‘Amudi.

Beliau juga banyak memiliki murid, diantaranya Al-Habib Muhammad bin Zein Bin Smith yang terkenal banyak membangun masjid di berbagai desa di Hadramaut, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-BarrAl-Habib Ali bin Hasan Al-AtthasAl-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Seggaf, dan masih banyak lagi.

Setelah wafatnya Imam al-Habib Abdullah al-Haddad, beliaulah yang memegang tongkat estafet dakwah sang imam, ketika itu beliau tinggal di kota Hauthah yang menjadi salah satu tempat utama disambangi oleh para penuntut ilmu. Kesohoran beliau di zamannya mengimbangi guru beliau al-Imam al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad.

Diantara karya ilmiah beliau:
  1. As-Safinatul Kubra
  2. Al-Maqashidus Syariah fi syarh min ulumil fatihah
  3. Al-Qaulur Raiq syarh Hikmah imam Ja'far as- Shadiq
  4. Tiryaqul Qulub wak asrar fi syarh syai min ulumi sayyidil istighfar
  5. Al-Maslakus Sawiy fawaid wa tatimmah al-Masyraur Rawiy
  6. Fathul hayyil Qoyyum fi syath syai min syarabil qaum
  7. Al-Isyaratus shufiyyah ilal athwaril insaniyah wat thoharatis sabuiyyah.
  8. Ar-Risalatul Jamiah wat tadzkiratun nafiah
  9. Nubdzah syarh thariq ali abi alawiy
  10. Shalawat Nabawiyah wa aurad wa adiyah.
  11. An-Nafahat sirriyah Syarah qashidah ainiyah
  12. Mawaridur Rawiyah al-Haniyyah syrah abyat al-Washiyyah
  13. Sabilur rusyd wal hidayah fi washiyati ahlil bidayah
  14. Al-Jadzabatus Syauqiyyah ilal maqaid shidqiytah
  15. ar-Raudhun Nadhir fi syarh qashidah alhamdulillah as-Syahid al-Hadhir
Beliau juga yang mengumpulkan jawaban-jawaban sang imam al-Habib Abdullah al-Haddad dari pertanyaan terkait masalah tasawuf berjudul an-Nafaisul Alawiyah fil masailis shufiyyah

Diantara karya beliau adalah Syarah Al-‘Ainiyah. Kitab tersebut banyak di-i’tiraf sebagai kitab syarah terbaik atas ‘Ainiyah Al-Haddad yang terkenal. Kitabnya tersebut telah dicetak berulang kali. Selain itu, beliau juga menulis banyak risalah dalam fiqh Madzhab Syafi’i. Beliau juga banyak membangun tempat belajar di negeri Huthah, Hadramaut, serta banyak mengasaskan pembangunan masjid di negeri Gurfah.

Untuk lebih luas mengenai biografi beliau, silahkan merujuk kitab Qurratul Ain Fi manaqib Syeikhina Ahmad Bin Zein, karya susunan murid beliau Sayyid Muhammad Bin Zein bin Sumaith.

Murid-murid beliau sangat banyak yamg di kemudian hari menyebarkan dakwah islam di antaranya: putra-putra beliau sendiri ; Imam Ja'far, Imam Muhammad, Imam Alawiy, Imam Abu bakr dan Imam al-Hasan. Beliau juga banyak memiliki murid, diantaranya Al-Habib Muhammad bin Zein Bin Smith yang terkenal banyak membangun masjid di berbagai desa di Hadramaut, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Barr, Al-Habib Ali bin Hasan Al-Atthas, Al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Seggaf, dan masih banyak lagi.Yang paling terkenal di antara murid beliau adalah Imam Muhammad bin Zein bin Sumaith wafat tahun 1172 Hijriyah, Imam Muhammad bin Umar bin Qadhi Baqusyeir dan lain-lain.

Al-Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi melahirkan banyak anak turunan yang menjadi para ulama diantaranya Al-Habib Muhammad bin Idrus bin Muhammad bin Ahmad bin Zein Al-Habsyi. 

Al-Habib Muhammad lahir di kota Hauthah tahun 1265 Hijriyah. Ia dididik dibawah pengawasan pamannya sebab ayah beliau wafat sedang beliau masih kecil. Al-Habib Muhammad bertalaqqi kepada banyak ulama. Beliau berhaji pada tahun 1281 dan 1282 Hijriyah, kemudian beliau menetap di Mekah untuk menuntut ilmu kepada ulama tanah suci. Beliau juga bersafar ke India, Singapura, dan Pulau Jawa. Selain bersafar dengan tujuan berdakwah beliau juga berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ramai para ulama lain mengambil kesempatan dengan kehadiran beliau untuk bertalaqqi. Beliau terkenal memuliakan tamu, sering menjamu para anak yatim dirumahnya, dan banyak menginfakkan hasil perniagaannya kepada orang-orangbyang membutuhkan. Beliau sempat tinggal di kota Bogor dan Purwakarta, Jawa Barat. Beliau juga sering berkeliling kota di Jawa untuk memberikan mauizah hasanah dan pelajaran. Beliau wafat di Surabaya tahun 1337 Hijriyah. Beliau dimakamkan di pemakaman Keluarga Al-Habsyi di Ampel. Beliau mewariskan banyak Syiar Islam, diantaranya bangunan masjid-masjid di berbagai kota di Jawa dan Hadramaut, membangun madrasah-madrasah, dan juga membuat banyak diwan syair. Inilah yang menghubungkan dengan hubungan erat antara shahibul kitab Risalah Jami’ah dengan kita masyarakat Indonesia.

Karya Habib Ahmad bin Zein Habib Ahmad bin Zein memiliki berbagai karya besar diantaranya adalah As-Safînatul Kubra, terdiri dari dua puluh jilid, Syarhul ‘Ainiyyah, Ar-Risâlatul Jaami‘ah dan lain sebagainya.  Beliau menaruh perhatian yang besar pada pembangunan mesjid, dan telah membangun tujuh belas masjid yang tersebar di berbagai kota di Hadramaut. Pada waktu Ashar, hari Jumat 19 Sya’ban 1145 H (1733M), di kota Al-Houthoh, beliau berpulang ke rahmatullah.  Semoga Allah membalas amal kebaikannya, dan memasukkannya ke dalam surga.  

Diterjemahkan dari kata pengantar Ar-Risaalatul Jaami‘ah oleh: Hasanain Muhammad Makhluf, Mantan Mufti Mesir dan Ketua Lembaga Fatwa Al-Azhar Mesir
 
;