Kamis, 27 Februari 2020 0 komentar

Pengajian Ke Duapuluh Lima: Keutamaan Bulan Rajab (Jilid 1)

بسم الله الرّحمن الرّحيم


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

(Surat Taubat Ayat 36)

BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM.
INNA 'IDDASTASY SYUHUURI 'INDALLAHITS NAA 'ASYARA SYAHRAN FII KITAABILLAAHI YAUMA KHALAQAS SAMAAWAATI WAL ARDHA MINHAA ARBA'ATUN HURUM, DZAALIKAD DIINUL QAYYIMU; FALAA TAZDLIMUU FIIHINNA ANFUSAKUM, WA QAATILUL MUSYRIKIINA KAAFFATAN KAMAA YUQAATILUUNAKUM KAAFFATAN; WA'LAMUU ANNALLAAHA MA'AL MUTTAQIINA.
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, didalam kitab Allah. pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, dan  dari antara bulan-bulan itu ada empat yang suci (tidak boleh berperang didalam bulan-bulan itu ya'ni bulan Dzulqaedah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab). Demikian itu agama yang lurus, oleh sebab itu janganlah kamu sekalian menganiaya dirimu sendiri didalam bulan-bulan itu. Perangilah orang-orang musyrik (orang-orang yang menyekutukan Tuhan) semua, sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah itu bersama dengan orang-orang yang bertaqwa.

Diriwayatkan bahwa Nabi Besar Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallama bersabda:

رَأَيْتُ لَيْلَةَ الْمِعْرَاجِ نَهْرًامَاؤُهُ اَحْلٰى مِنَ الْعَسَلِ وَاَبْرَدُ مِنَ الثَلْجِ وَاَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ فَقُلْتُ لِجِبْرَائِيْلَ: يَاجِبْرَئِيْلُ لِمَنْ هٰذَا؟ قَالَ: لِمَنْ صَلَّى عَلَيْكَ فِى رَجَبٍ.

RA-AITU LAILATAL MI'RAAJI NAHRAN MAA-UHU AHLAA MINAL 'ASALI WA ABRADU MINATS TSALJI WA ATHYABU MINAL MISKI, FAQULTU LI JIBRAA-ILA: "YAA JIBRAA-ILU LIMAN HAADZA?" QAALA: "LIMAN SHALLAA 'ALAIKA FII RAJABIN"
Pada malam Mi'raj saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari pada madu, lebih sejuk dari pada es dan lebih harum dari pada minyak misik; maka saya bertanya kepada Jibril: "Hai Jibril untuk siapakah sungai ini?" Jibril menjawab : "Untuk orang yang membaca shalawat untuk engkau dibulan Rajab"

Nabi Besar Muhammad 'alaihish shalaatu wassalaamu bersabda:

اَنِيْبُوْا اِلٰى رَبِّكُمْ وَاسْتَغْفِرُوْا مِنْ ذُنُوْبِكُمْ وَاجْتَنِبُوا الْمَعَا صِىَ فِى الشَّهْرِ الْحَرَامِ وَهُوَ رَجَبٌ

ANIIBUU ILAA RABBIKUM WASTAGHFIRUU MIN DZUNUUBIKUM WAJ TANIBUL MA'AASHIYA FISY SYAHRIL HARAAMI WA HUWA RAJABUN
Tobatlah kamu sekalian kepada Tuhanmu, minta ampunlah dari semua dosamu dan jauhilah segala macam perbuatan durhaka didalam bulan haram yaitu bulan Rajab.

Sebagaimana firman Allah ta'aalaa:

يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيْهِ قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌ

YAS-ALUUNAKA 'ANISY SYAHRIL HARAAMI QITAALIN FIIHI, QUL QITAALUN FIIHI KABIIRUN (Al aayah)
Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) mengenai peperangan dibulan haram; maka katakanlah bahwa peperangan dibulan haram itu dosa besar

Didalam ayat tersebut ada taqdim (mendahulukan kalimat yang mestinya diakhir) dan ada ta-khir (mengakhirkan kalimat yang mestinya di awal). Maka pengertiannya "Mereka akan bertanya kepadamu (Hai Muhammad) tentang peperangan dibulan haram, boleh atau tidak? Katakanlah: "Peperangan didalam bulan haram itu dosa besar".

Dan perbuatan khianat dibulan haram itu lebih jelek, sebab kemuliannya bulan itu di sisi Allah ta'aalaa; sebagaimana taat dilipat gandakan pahalanya dibulan itu.

Dinamakan bulan haram, karena diharamkan berperang dibulan itu. Kemudian larangan perang dibulan itu dihapuskan dengan firman Allah ta'aalaa:

وَاقْتُلُوْهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوْهُمْ

WAQTULUUHUM HAITSU TSAQIF TUMUUHUM = "Dan perangilah mereka itu dimana kamu jumpai".

Larangan berperang tetap dan dosa-dosanya diampuni dan ketaatan diterima serta pahalanya dilipat gandakan dibulan haram, karena suatu kebagusan disemua bulan dibalas dengan sepuluh yang setimpal. Sebagaimana telah difirmankan oleh Allah ta'aalaa:

مَنْ جَاءَبِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ اَمْثَالِهَا

MAN JAA-A BILHASSANATI FALAHU 'ASYRU AMTSAALIHAA = "Barang siapa datang dengan satu kebaikan, maka baginya sepuluh balasan yang sepadan".

Didalam bulan Rajab tujuh puluh lipat, didalam bulan Sya'ban tujuh ratus kali lipat dan dibulan Ramadhan seribu kali lipat. Dan kelipatan balasan itu hanya khusus untuk umat ini / umat Muhammad. (Khaziinatul 'Ulamaa)

Nabi Besar Muhammad 'alaihish shalaatu was salaamu bersabda: 

اِنْ اَرَدْتُمُ الرَّاحَةَ وَقْتَ الْمَوْتِ مِنَ الْعَطْشِ وَالْخُرُوْجَ مَعَ الْإِيْمَانِ وَالنَّجَاةَ مِنَ الشَّيْطَانِ فَاحْتَرِمُوْا هٰذِهِ الشُّهُوْرَ كُلَّهَا بِكَثْرَةِ الصِّيَامِ وَالنَّدَمِ عَلٰى مَاسَلَفَ مِنَ الْآثَامِ وَاذْكُرُو اخَالِقَ الْاَنَامِ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ بِاسَّلَامِ.

IDZAA ARADTUMUR RAAHATA WAQTAL MAUTI MINAL 'ATHSYI WAL KHURUUJA MA'AL IIMAANI WAN NAJAATA MINASY SYAITHAANI FAHTARIMUU HAADZIHISY SYUHUURA KULLAHAA BIKATSRATISH SHIYAAMI WAN NADAMI 'ALAA MAA SALAFA MINAL AATSAAMI, WADZ KURUU KHAALIQAL ANAAMI TADKHULUU JANNATA RABBIKUM BISALAAMI.
Apabila kamu sekalian menghendaki ringan diwaktu mati dari siksanya dahaga dan keluarnya ruh dengan tetap beriman serta selamat dari tipu daya setan maka muliakanlah bulan-bulan tersebut dengan memperbanyak puasa dan menyesali dosa-dosa yang telah berlalu serta ingatlah selalu kepada Tuhan Allah Pencipta semua manusia, niscaya kamu akan masuk surga Tuhanmu dengan selamat.
(Zahratur Riyadhi)

Anas bin Malik radhiyallaahu'anhu berkata:
"Saya berjumpa Mu'adz bin Jabal radhiyallaahu'anhu, maka saya bertanya: "Dari mana engkau hai Mu'adz? Dia menjawab: "Saya datang dari Nabi 'alaihish shalaatu wassalaammu". Saya bertanya lagi: "Apa yang engkau dengar dari padanya?" Mu'adz menjawab: "Saya mendengar, bahwa barang siapa mengucapkan 
لَااِلٰهَ اِلَّااللّٰهُ
 LAA ILAAAHA ILLALLAAH dengan murni lagi ikhlas, maka dia masuk surga, dan barang siapa berpuasa satu hari dibulan Rajab dengan hanya berharap keridhaan Allah maka akan masuk surga". Kemudian saya pergi kepada Rasulullah, dan saya bertanya: "Wahai Rasulullah, sungguh Mu'adz telah memberitahu kepada saya begini begini". Beliau Nabi 'alaihish shalaatu wassalaamu menjawab "Betul apa yang dikatakan oleh Mu'adz".
(Zahratur Riyaadhi)

Ketahuilah sesungguhnya yang berikut akan dibacakan / diceritakan adalah dari sebagian qisah ringan / pendek dan kata-kata mulia/mutiara dari Nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad Rasulullah.

Rasulullah shallallaahu ta'aalaa 'alaihi wa sallama berkhutbah pada hari Nahar (Hari Raya Besar) diwaktu hajji perpisahan demikian:

اَلَا اِنَّ الزَّمَانَ قَدْاِسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوَاتِ وَالْاَرْضَ السَّنَةُ اِثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا اَرْبَعَةُ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَةٌ ذُوْالْقَعْدَةِ وَذُوْالْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرِّ اَلَّذِىْ بَيْنَ جُمَادَىْ وَشَعْبَانَ

ALAA INNAZ ZAMAANA QAD ISTADAARA KAHAI-ATIHI YAUMA KHALAQAS SAMAAWAATI WAL ARDHA, ASSANATU ITSNAA 'ASYARA SYAHRAN, MINHAA ARBA'ATUN HURUMUN, TSALAATSATUN MUTAWAALIYATUN DZUL QA'DATI, WA DZUL HIJJATI WAL MUHARRAMU WA RAJABU MUDHAR ALLADZII BAINA JUMAADAA WA SYA'BAANA
Ketahuilah sesungguhnya zaman itu telah beredar seperti geraknya pada hari Allah menciptakan tujuh langit dan bumi, satu tahun itu dua belas bulan, dari antara dua belas itu empat bulan yang dimuliakan: tiga bulan berurutkan yaitu, Dzul Qa'dati, Dzul Hijjati, Muharram, dan Rajab bulannya bani Mudhar yang jatuh antara Jumadats Tsaanii dan Sya'ban.

Artinya: "Bulan -bulan itu kembali seperti semula dan ibadah Haji itu juga kembali pada bulan Dzul Hijjah. Berarti pula bahwa zaman yang terbagi menjadi beberapa bulan dan beberapa tahun itu juga kembali seperti semula, dan tahunpun kembali keasal perhitungannya yang telah dipilih/ditentukan oleh Allah ta'aalaa pada hari Dia Allah menciptakan tujuh langit dan bumi, dan ibadah Haji juga kembali kebulan Dzul Hijjah sesudahnya orang-orang Jahiliyah menghapuskannya dari tempatnya/waktunya dengan mengakhirkannya yang mereka adakan baru. Pengakhiran itulah yang telah disebutkan oleh Allah ta'aalaa didalam kitabNya:

اِنَّمَاالنَّسِئُ زِيَادَةٌ فِى الكُفْرِ

INNAMAN NASII-U ZIYAADATUN FIL KUFRI = Sesungguhnya pengakhiran itu menambah didalam kekufuran
Artinya: mengakhirkan bulan yang diharamkan kepada bulan lain. Karena orang-orang pada zaman jahiliyah sama mengagungkan bulan-bulan yang diharamkan sebagai pusaka dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail 'alai himash shalatu wassalaamu. Maka mereka mengharamkan peperangan didalam bulan -bulan tersebut. Kemudian mereka itu mengadakan pengunduran dan merubah bulan-bulan yang diharamkan. Sebab mereka orang-orang yang gemar berperang, maka bilamana telah datang bulan yang diharamkan sedang mereka dalam peperangan, sulit bagi mereka meninggalkannya, sehingga mereka menghalalkannya dan mengharamkan peperangan itu dibulan lain. Dengan dimikian mereka telah menghilangkan dan merubah bulan-bulan yang telah dikhususkan/ditetapkan haramnya. 

Maka meka mengharamkan empat bulan dari bulan-bulan umu. Hal itu tepat seperti yang difirmankan oleh Allah ta'aalaa:
لِيُوَاطِئُوْا عِدَّةَ مَاحَرَّمَ اللّٰهُ
LIYUWAATHI-UU 'IDDATA MAA HARRAMALLAAHU = Mereka itu melampaui bilangan apa-apa/bulan yang telah diharamkan oleh Allah.
Artinya: mereka itu menyesuaikan bilangan yang sebanyak empat bulan, sehingga mereka tidak menyalahi bilangannya; akan tetapi mereka telah menyalahi ketetapan yang merupakan salah satu dari pada dua kewajiban.

Oleh sebab itu mungkin terjadi mereka itu memperbanyak bilangan bulan-bulan menjadi tiga belas bulan dan atau menjadi empat belas bulan.

Diterangkan bahwa hal tersebut itu terjadi bagi suku kinanah, yang mereka itu merupakan suku yang fakir dan sangat berhajat kepada peperangan.

Junadah bin Auf Al-Kinany adalah seorang yang ditaati pada zaman jahiliyah. Pada musim tertentu dia berdiri diatas untanya sambil berkata dengan suara yang keras: "Sungguh tuhan-tuhan kamu sekalian telah menghalalkan/membolehkan (peperangan) dibulan yang diharamkan, maka halalkanlah olehmu sekalian. Akan tetapi pada bulan mendatang dia berdiri pula dan berkata: "Sungguh tuhan-tuhan kamu sekalian telah mengharamkan/mencegah (peperangan), maka hindarilah oleh kamu sekalian".

Mengakhirkan/mengundurkan (yang telah ditetapkan) menjadikan sebab tambahnya dalam kekufuran. Karena sesungguhnya orang kafir itu apabila berbuat durhaka berarti menambah kekufurannya:

فَزَادَتْهُمْ رِجْسًااِلٰى رِجْسِهِمْ

FA ZAADAT-HUM RIJSAN ILAA RIJSIHIM = Maka (kedurhakaannya) menambah kekufuran kepada kekufuran yang sudah ada pada mereka.

Sebagaimana seorang mukmin apabila bertaat, maka akan bertambah imannya,

فَزَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُوْنَ

FA ZAADAT-HUM IIMAANAN WA HUM YASTABSYIRUUNA = Maka menambah mereka beriman, dan mereka juga bergembira. (Kasysyaafun). (Mereka menambah bulan itu) agar supaya kesempatan mereka lebih longgar. Untuk itu nash yang menetapkan bilangan bulan terdapat didalam Al-Qur'an dan Hadits.

Adapun yang didalam Al-Qur'an sebagaimana telah terdahulu yaitu firman Allah ta'aalaa INNA 'IDDATASY SYUHUURI (Al Ayyah)

Adapun yang di dalam Hadits, maka beliau Nabi Besar Muhammad alaihish shalaatu wassalaamu menerangkan bahwa 1 tahun itu ada 12 bulan dan 12 bulan itu diperhitungkan dengan jalannya matahari sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli kitab.

Dari antara bulan-bulan Qomariah ada bulan-bulan yang dimuliakan sebanyak 4: Zulkaidah Dzulhijjah dan Muharam. dan yang satu sendirian ialah bulan Rajab.

Di dalam hadis yang terdahulu bahwa bulan Rajab dimudhafkan/disandarkan kepada kalimat “Mudhar” (Nama suku), Karena suku Mudhar  sangat mengagungkan bulan Rajab dan memuliakannya dengan sangat.

Bagi orang di zaman Jahiliyah, pada bulan Rajab itu terdapat beberapa hukum. dari antaranya mereka mengharamkan peperangan di bulan itu, Sebagaimana telah diterangkan dahulu. maka haram nya terus berlaku pada permulaan zaman Islam.

Para Ulama berselisih pendapat mengenai kelangsungannya (diharamkannya perang dalam bulan Rajab).

Para Jumhur Ulama ( Mayoritas)  berpendapat bahwa hukum haramnya itu telah terhapus. mereka menggunakan dalil, bahwa para sahabat sesudah Nabi Alaihish shalaatu wassalaamu selalu sibuk membuka dan menyerang kota-kota/ negara-negara dan melanjutkan peperangan serta berjuang dan tidak ada keterangan dari salah seorang pun mengenai berhenti berperang dalam bulan-bulan Haram tersebut. Hal ini menunjukkan ijma' persepakatan mereka dalam nasakh/ penghapusannya.

Dari antara beberapa hukum, bahwa pada zaman Jahiliyah tradisi mereka memotong binatang yang mereka namakan “Atiirah”.

Para  Ulama berselisih pendapat mengenai “Atiirah”  itu sesudah Islam.

Sebahagian besar para Ulama berpendapat bahwa Islam telah membatalkannya. karena telah ditetapkan di dalam hadits Bukhari Muslim yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah radhiyallaahu ta’aalaa ‘anhu:
لَافَرَعَ وَلَاعَتِيْرَةَ
LAA FARA'A WA LAA 'ATIIRATA = Tidak boleh menyelenggarakan 'fara'a' dan 'atiirah'.

Fara’un ialah anak onta yang pertama dilahirkan. orang-orang Jahiliyah memotong anak onta itu untuk Tuhan Tuhan mereka  dan mereka mengambil berkah dengan anak onta itu.

Atiirah ialah binatang yang dipotong pada 10 hari yang pertama dari bulan Rajab dan korban itu dinamakan rajabiyah.

Dan adalah orang-orang jahiliyah bermaksud mendekatkan diri kepada Tuhan Tuhan mereka dengan perantaraan korban itu dan demikian juga orang-orang Islam pada mula pertamanya; kemudian korban dengan cara itu dinasakh atau dihapuskan dengan sebuah hadits yang berbunyi.
لَافَرَعَ وَلَاعَتِيْرَةَ
LAA FARA'A WA LAA 'ATIIRATA = Tidak boleh menyelenggarakan 'fara'a' dan 'atiirah'.

Diriwayatkan bahwa Hasan Radhiyallahu ‘anhu berkata: “ tidak ada di dalam Islam acara ‘Atiirah’ dan adanya ialah pada zaman Jahiliyah: seseorang melakukan puasa di bulan Rajab kemudian mengadakan acara Atiirah yang waktu memotongnya itu dijadikan hari besar.

Diriwayatkan dari Thawus radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi 'alaihish shalaatu was salaamu bersabda:
لَا تَتَّخِذُوْا شَهْرًا عِيْدًا وَلَا يَوْمًا عِيْدًا
LAA TATTAKHIDZUU SYAHRAN 'IIDAN WA LAA YAUMAN 'IIDAN
Janganlah kamu sekalian jadikan bulan sebagai hari besar dan jangan pula suatu hari dijadikan hari besar.

Pada pokoknya, bahwa sesungguhnya orang-orang islam itu tidak dibolehkan menjadikan suatu waktu sebagai hari besar kecuali yang telah ditetapkan oleh syariat. yaitu dalam satu minggu jatuh pada hari Jumat dan 1 tahun jatuh pada hari raya Idul Fitri hari raya Idul Adha dan pada hari-hari Tasyrik ( tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).

Adapun selain Yang tersebut itu, maka hari besar yang diadakan ialah Bid'ah yang tidak berpangkal pada syariat Nabi Muhammad. bahkan hari besar Fara’ah atau Atiirah adalah hari-hari besar orang musyrikin (orang-orang yang menyekutukan Allah).

Orang-orang musyrik itu mempunyai hari-hari besar yang dikaitkan dengan masa-masa tertentu atau tempat-tempat tertentu.

Tatkala Islam datang, maka Allah telah membatalkan semuanya dan menggantinya: yang berkaitan dengan masa masa tertentu diganti dengan hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik, sedang yang berkaitan dengan tempat diganti Ka'bah, Arafat, Mina dan Muzdalifah. mudah-mudahan Allah ta'ala memudahkan bagi kita sekalian untuk mengunjungi tempat-tempat atau kota-kota tersebut.

Maka tidak satu musim pun atau masa pun dan tidak ada satu tempat pun yang tersebut, melainkan di dalamnya sudah ada tugas-tugas yang di tertuju kepada Allah dan menunjukkan ketaatan kepadaNya dan bertaqarrub kepadaNya, Dan keharuman kasih yang dilimpahkan oleh Allah kepada siapa yang dikehendaki olehNya dengan fadhal dan anugerahNya serta rahmat dan kasih sayangNya.

Orang yang berbahagia ialah siapa yang bisa mengambil keuntungan di dalam masa-masa tersebut dan di tempat-tempat tersebut serta bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah ta'ala sebagai Pemimpinnya dengan segala macam perbuatan ibadah yang telah disyariatkan atau diperintahkan olehNya, sehingga bisa memperoleh keharuman pahalanya yang akan menyelamatkannya dari siksa neraka.

Adapun mengenai berpuasa di dalamnya (bulan Rajab), maka sesungguhnya telah banyak hadits yang menerangkan kesunahannya.

Diantaranya: seperti hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi di "Syu'bil Iimaani" dari Anas radhiyallaahu 'anhu bahwa beliau Nabi alaihish shalaatu wassalaamu bersabda: 
فِى الْجَنَّةِ نَهْرٌ يُقَالُ لَهُ رَجَبٌ اَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَاَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ سَقَاهُ اللهُ تَعَالٰى مِنْ ذٰلِكَ النَّهْرِ
FIL JANNATI NAHRUN YUQAALU LAHU RAJABUN, ASYADDU BAYAADHAN MINAL LABANI WA AHLAA MINAL 'ASALI, MAN SHAAMA YAUMAN MIN RAJABIN SAQAAHULLAAHU TA'AALAA MIN DZAALIKAN NAHRI

Di dalam surga terdapat sebuah sungai yang disebut sungai Rajab, yang airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. barangsiapa berpuasa 1 hari di dalam bulan Rajab, maka akan diberi minum oleh Allah dengan air dari sungai itu. Ini adalah berpuasa di sebahagiannya.

Adapun berpuasa di dalam bulan itu (bulan Rajab) sepenuh bulan maka tidak boleh dengan kekhususannya sesuatu dari Nabi Alaihish shalaatu wassalamu dan juga tidak dari para sahabatnya. Hanya saja ada hadis yang menerangkan puasa di bulan-bulan Haram seluruhnya dan satu dari antaranya ialah Rajab, maka semestinya tidak dilarang berpuasa di bulan Rajab itu.

Telah diriwayatkan bahwa Abu qilabah radhiyallahu 'anhu berkata: "Sesungguhnya di dalam surga terdapat 1 istana untuk mereka yang berpuasa bulan Rajab.

Kata Baihaqi: "Sesungguhnya Abu qilabah itu termasuk orang besar dari golongan Tabi'in dan dia tidak mengatakan seperti itu kecuali hanya menyampaikan dari orang yang lebih tinggi daripada nya dari orang atau sahabat yang mendengar dari Nabi alaihish shalaatu wassalaamu.

Memang telah diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas telah menghukumi makruh berpuasa di bulan Rajab sepenuhnya dan Imam Ahmad juga memakruhkan nya, dan dia mengatakan; hendaklah berbuka 1 hari atau 2 hari di dalam bulan Rajab itu", dan dia meriwayatkannya dari Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum akan tetapi hukum makruh nya itu bisa hilang bila puasanya bulan Rajab juga beserta dengan bulan lainnya.

Al Mawardi di dalam Kitab Iqna'nya berkata: "disunahkan berpuasa bulan Rajab dan bulan Sya'ban".

Adapun mengenai salat (sunah) di bulan Rajab, maka tidak ada ketetapan yang khusus mengenai hal itu Sebagaimana telah kami Terangkan terdahulu. (Dari Majaalisul Ruumy)

Kata Ibnu Hamam rahmatullahi ta'ala 'alaihi: "Keragu-raguan yang terjadi di antara wajib dan bid'ah, maka lebih hati-hati nya ialah mengerjakannya, dan keraguan terjadi di antara sunnah dan bid'ah, maka yang lebih baik ialah meninggalkannya, karena meninggalkan bid'ah itu harus dan mengerjakan sunnah itu tidak harus; maka salat untuk bulan Rajab itu termasuk sesuatu yang diragukan antara sunnah dan bid'ah. Oleh karena itu jelas lebih baik meninggalkannya dan tidak boleh mengerjakannya sendirian ataupun dengan berjamaah karena berjamaah termasuk bid'ah juga. (Keterangan ini dari Majalisur Ruumy di bab lain)

Telah diriwayatkan bahwa Abu Bakar Shiddiq radhiyallahu 'anhu berkata: "Apabila telah berlalu sepertiga malam di bulan Rajab pada awal Jum'at. maka para malaikat dilangit dan dibumi semua berkumpul di Ka'bah; dan Allah ta'aalaa melihat mereka sambil berfirman: "Hai para malaikat-Ku, mintalah kamu sekalian sekehendakmu!". Mereka berkata: "Wahai Tuhan kami, hajat kami ialah agar supaya Engkau mengampuni orang yang berpuasa bulan Rajab" Dia Allah ta'aalaa berfirman:  "Sungguh mereka telah Aku ampuni"

Siti Aisyah radhiyallaahu 'anhu berkata: "Nabi 'alaihish shalaatu wassalaamu bersabda:
كُلُّ النَّاسِ جُيَّاعٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِلَّا الْأَنْبِيَاءَ وَاَهْلِيْهِمْ وَصَائِمَ رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَرَمَضَانَ فَاِنَّهُمْ شُبَّاعٌ لَاجُوْعَ لَهُمْ وَلَاعَطْشَ
KULLUN NAASI JUYYAA'UN YAUMAL QIYAAMATI ILLAL ANBIYAA-A WA AHLIIHIM WA SHAA-IMA RAJABIN WA SYA'BAANA WA RAMADHAANA FA IN-NAHUM SYUBBAA'UN LAA JUU'A LAHUM WA LAA 'ATHSYA
Semua manusia besok di hari kiamat semua lapar, kecuali para Nabi dan para Ahlinya dan orang yang berpuasa di bulan Rajab, bulan Sya'ban dan di bulan Ramadan. Maka sesungguhnya mereka itu semua kenyang dan tidak merasa lapar dan dahaga.
(Zubdatul Waa'izdiina)

Telah diceritakan, bahwa seorang wanita di Baitul Maqdis, seorang ahli ibadah, ketika datang bulan Rajab dia membaca:
قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ
QUL HUWALLAAHU AHAD = "Katakanlah bahwa Dia adalah Allah Yang Maha Esa" 11 kali setiap hari sebagai penghormatan dan memuliakan bulan Rajab itu. Dan dia menanggalkan pakaian kebesarannya dan mengenakan pakaiannya yang biasanya.
Di bulan Rajab si wanita itu sakit dan berwasiat kepada anaknya, agar supaya dia menguburkannya dengan pakaian yang biasa saja.
Akan tetapi anaknya mengkafaninya/ membungkusnya dengan kain yang tinggi nilainya hanya karena riya' (agar dilihat dan disanjung manusia).
Pada suatu malam dia bermimpi melihat ibunya dan ibunya berkata: "Hai anakku, mengapa engkau tidak melaksanakan wasiatku, maka saya tidak rela terhadap kamu".
Maka dia terbangun dan terkejut takut dan kemudian membongkar kubur ibunya, namun tidak dia dapatkan didalam kubur, sehingga dia bingung dan menangis keras sekali. Disaat itu dia mendengar suara yang mengatakan: "Tidaklah engkau ketahui, bahwa sesungguhnya barang siapa memuliakan bulanKu bulan Rajab, maka dia tidak ditinggalkan didalam kubur sendirian?" 
(Zubdatul Waa'izdiina)
 
;