بسم الله الرّحمن الرّحيم
Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas (Pekalongan) |
Lahir
Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas dilahirkan di Kota Al-Hajarayn, Hadramaut, pada tahun 1255 H atau 1839 M, Orangtua tua beliau adalah Habib Abdullah bin Thalib Al-Atthas dan As-Syarifah Zaenab binti Ahmad Al-Kaff.
Riwayat Keluarga Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas
Dari pernikahannya Habib Ahmad bin Abdulah bin Thalib Al-Atthas dikaruniai putra, diantaranya adalah :
- Habib Ali bin Ahmad bin Abdullah Al-Atthas
Nasab Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas
Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib termasuk dari keturunan Nabi Muhammad Rasulullah SAW., dengan Silsilah sebagai berikut :
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
- Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
- Al-Imam Al-Husain
- Al-Imam Ali Zainal Abidin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir
- Al-Imam Ja’far Shadiq
- Al-Imam Ali Al-Uraidhi
- Al-Imam Muhammad An-Naqib
- Al-Imam Isa Ar-Rumi
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
- As-Sayyid Ubaidillah
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
- As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
- As-Sayyid Ali
- As-Sayyid Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad
- As-Sayyid Al-Imam Alwi Al-Ghuyur
- As-Sayyid Ali Shohibud Dark
- As-Sayyid Muhammad Maula Ad-Dawilah
- As-Sayyid Abdurrahman Assegaf
- As-Sayyid Abdullah
- As-Sayyid Abdurrahman
- As-Sayyid Abdullah
- As-Sayyid Salim
- As-Sayyid ‘Aqil
- As-Sayyid Abdurrohman Al-Attas
- As-Sayyid Umar
- As-Sayyid Husein
- As-Sayyid Abdullah
- As-Sayyid Hasan
- As-Sayyid Ali (Shohib Mashad)
- As-Sayyid Hasan
- As-Sayyid Ali
- As-Sayyid Thalib
- As-Sayyid Abdullah
- As-Sayyid Ahmad
Wafat
Beliau meninggal pada malam Ahad tanggal 25 Rajab, tahun 1347 Hijriyah (6 Januari 1929) dan dimakamkan di Sapuro, Kota Pekalongan. Hari, tanggal dan tahun meninggalnya tertulis dalam batu nisan di makam beliau.
Sanad Ilmu dan Pendidikan Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas
Pada masa kecilnya, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas mendapat didikan dalam bidang , agama langsung dari kedua orangtua beliau, yaitu Habib Abdullah bin Thalib Al-Atthas dan As-Syarifah Zaenab binti Ahmad Al-Kaff.
Guru-guru Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Attas
- Habib Abdullah bin Thalib Al-Atthas ( Ayahanda Habib Ahmad)
- Habib Hasan bin Ali Al-Kaff (Hadramaut)
- Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-Kaff (Hadramaut)
- Habib Quthb Sholeh bin Abdullah Al-Atthas (Hadramaut)
- Habib Quthb Abubakar bin Abdullah Al-Atthas (Hadramaut)
- Habib Quthb Thahir bin Umar Al-Haddad (Hadramaut)
- Habib Quthb Idrus bin Umar Al-Habsyi (Hadramaut)
- Habib Ahmad bin Hasan bin Sholeh Al-Bahar (Hadramaut)
- Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdor (Hadramaut)
- Habib Muhammad bin Ibrahim Al-Bilfaqih. (Hadramaut)
- Syekh Muhammad bin Said Babusailah (Makkah)
- Habib Salim bin Ahmad al-Atthas (Makkah)
- Al-Quthb Aqthab al-Sayyid al-Allamah Ahmad bin Zaini Dahlan [1817-1886] (Makkah)
- Habib Abdullah bin Muhammad Al-Habsyi. (Makkah)
Penerus Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas
Anak Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas
Habib Ali bin Ahmad bin Abdullah Al-Atthas
Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas
Sekilas Tentang Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Attas
Kelahiran Setidaknya terdapat tiga rujukan penting yang memuat cerita tentang kehidupan (manaqib) Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas. Yang pertama adalah Manaqib Al-Imam Arif billah Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas karya Muhsin bin Muhammad Al-Atthas. Yang kedua adalah Mawrid Al-Thalib fi Manaqib Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib tulisan Ahmad bin Umar Al-Atthas, dan yang ketiga adalah Tajul ‘Aras ‘ Al-Habib Quthb Shalih bin Abdullah Al-Atthas karya Ali bin Husain al-Atthas. Dalam rujukan-rujukan tersebut diterangkan bahwa Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas dilahirkan di Kota Al-Hajarayn, Hadramaut, pada tahun 1255 H atau 1839 M. Pada masa kecilnya, beliau mendapat didikan dalam bidang agama langsung dari orangtua, yaitu al-Habib Abdullah bin Thalib Al-Atthas dan As-Syarifah Zaenab binti Ahmad al-Kaff.
Setelah dirasa cukup menimba ilmu dari ayahnya, beliau kemudian meneruskan menuntut ilmu kepada para ulama besar yang ada di Hadramaut. Di antara guru-guru beliau:
- Habib Hasan bin Ali Al-Kaff (Hadramaut)
- Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-Kaff (Hadramaut)
- Habib Quthb Sholeh bin Abdullah Al-Atthas (Hadramaut)
- Habib Quthb Abubakar bin Abdullah Al-Atthas (Hadramaut)
- Habib Quthb Thahir bin Umar Al-Haddad (Hadramaut)
- Habib Quthb Idrus bin Umar Al-Habsyi (Hadramaut)
- Habib Ahmad bin Hasan bin Sholeh Al-Bahar (Hadramaut)
- Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdor (Hadramaut)
- Habib Muhammad bin Ibrahim Al-Bilfaqih. (Hadramaut)
Setelah, ditempa oleh para ulama besar dan guru di Hadramaut, keinginan beliau untuk menuntut ilmu tak pernah luntur. Hasrat untuk menambah ilmu sedemikian hebat, sehingga beliau kemudian melakukan perjalanan ke arah utara yaitu ke Kota Makkah. Di kota suci ini, beliau banyak menjumpai ulama-ulama besar yang tinggal di Kota Makkah. Kesempatan baik ini tidak beliau sia-siakan. Beliau berguru kepada para ulama besar seperti :
- Syeikh Muhammad bin Said Babusailah (Makkah)
- Habib Salim bin Ahmad Al-Atthas (Makkah)
- Al-Sayyid Al-Alamah Ahmad bin Zaini Dahlan [1817-1886] (Makkah)
- Habib Abdullah bin Muhammad Al-Habsyi. (Makkah)
Dua ulama besar yang disebut terakhir, juga merupakan guru para Ulama-uama di Nusantara waktu itu, seperti Syekh Mahfuz Termas, Syekh Abdul Hamid Kudus dan lain-lain.
Habib Ahmad selama sekitar 12 tahun menimba ilmu di Kota Makkah dengan penuh ketekunan dan keseriusan. Beliau terus mengembangkan keilmuannya, sehingga kapasitas beliau sebagai seorang ulama diakui oleh para ulama kota Makkah saat itu. Akhirnya beliau dianjurkan oleh gurunya, Al-Sayyid Al-Alamah Ahmad bin Zaini Dahlan, untuk memulai terjun ke masyarakat, mengajarkan ilmu dan berdakwah. Mula-mula beliau berdakwah di pinggiran Kota Makkah yang beliau lakukan selama kurang lebih 7 tahun, Dalam kurun waktu itu, beliau aktif melakukan kegiatan dakwah.
Perjalanan di Indonesia Menyebarkan Cahaya Dakwah
Setelah tujuh tahun mengajar di Makkah, beliau kemudian kembali ke Hadramaut. Setelah tinggal beberapa lama di kota kelahirannya, Habib Ahmad merasa terpanggil untuk berdakwah ke Indonesia. Pada masa itu, sedang banyak-banyaknya penduduk Hadramaut yang pergi ke Indonesia, di samping untuk berdagang juga untuk menyebarkan agama. Komunitas Arab-Hadhrami yang sudah lama mukim di Indonesia juga sangat membutuhkan guru-guru keagamaan untuk membimbing mereka. Setelah melakukan perjalanan panjang melalui lautan, beliau akhirnya sampai ke Indonesia sekitar antara tahun 1295 sampai 1300 H atau tahun 1880-an M.
Setibanya di Indonesia, beliau menuju ke Kota Pekalongan dan menetap disana. Melihat keadaan kota itu yang dinilainya masih membutuhkan dukungan syiar Islam, maka tergeraklah hati beliau untuk menetap di kota tersebut. Saat pertama menginjakkan kakinya di kota ini, beliau melaksanakan tugas sebagai Imam Masjid Wakaf yang terletak di Kampung Arab (Jalan Surabaya). Kemudian beliau membangun dan memperluas masjid tersebut. Di samping menjadi imam, di masjid ini Habib Ahmad mengajar membaca al-Qur’an dan beberapa kitab, serta memakmurkan masjid dengan bacaan Ratib, Diba’i, Al-Barzanji, wirid dan hizib di waktu-waktu tertentu, sehingga semakin marak jama‘ah Masjid Wakaf sejak kehadiran Habib Ahmad. Pada setiap bulan, Rajab misalnya, di Masjid tersebut Habib Ahmad membaca kitab Shahih Al-Bukhari dan ketika selesai diadakan upacara khataman Bukhari, yang dihadiri oleh banyak jamaah.
Dalam amaliyah keseharian, sebagaimana yang ditulis dalam kitab “Tajul A’ras” karya Habib Al-Quthb Ali Bin Husein Al-Atthas diceritakan, Habib Ahmad tidak pernah meninggalkan sholat tahajud setiap harinya dan di dalamnya selalu membaca satu juz Al Qur’an dan satu juz lagi dibaca saat sholat dhuha.
Sementara itu setiap bulan Ramadhan sore, Habib Ahmad membaca kitab al-Nasha'ih al-Diniyyah karya Imam Al-Haddad. Karena jamaah semakin banyak dan ruangan masjid tidak dapat menampung maka pada tahun 1913, atas inisiatif Habib Ahmad, Masjid Wakaf tersebut direnovasi dan diperluas. Setiap hari, Habib Ahmad memimpin jamaah untuk membaca Ratib. Sedangkan pada malam Jumat antara sholat Maghrib dan Isya’, dan Jum’at pagi ba’da sholat Subuh hingga-terbit matahari, Habib Ahmad dan para jamaah duduk melingkar untuk membaca surat-surat dalam al-Qur'an yang disunnahkan untuk dibaca pada hari Jum’at seperti surat Al-Kahfi, Yasin, Ad-Dukhan, Al-Waqi’ah dan Al-Mulk.
Semuanya itu dilakukan di Masjid Wakaf. Sedangkan di rumah, beliau juga membuka pengajian untuk kalangan terbatas. Di antara kitab-kitab yang beliau baca di rumah adalah :
- Risalah Al-Mu’awanah karya Habib Abdullah Al-Haddad
- ‘Iqd Al-Yawagit karya Habib ‘Idrus bin ‘Umar
- Idhah Asrar ‘Ulum Al-Mugarrabin karya Habib Muhammad Al-Idrus
- Al-Anwar Al-Muhammadiyah karya Al-Nabhani
- Al-Riyadh Al-Muniqa karya Habib ‘Ali bin Hasan Al-Atthas
- Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah karya Habib ‘Ali bin Hasan Al-Atthas
- Al-Khulashah karya Habib ‘Ali bin Hasan Al-Atthas
Dan masih banyak kitab-kitab lainnya.
Melihat suasana pendidikan agama waktu itu yang masih sangat sederhana, maka Habib Ahmad tergerak untuk mendirikan Madrasah Salafiyah, yang letaknya berseberangan dengan Masjid Wakaf. Begitu pesatnya kemajuan Madrasah Salafiyah waktu itu, hingga banyak : menghasilkan ulama-ulama. Madrasah ini, yang didirikan lebih sekitar satu abad lalu, menurut Habib Abdullah Bagir, ' merupakan perintis sekolah-sekolah Islam modern, yang - kemudian berkembang di kota-kota lain.
Berdakwah dengan Akhlak yang Mulia
Ilmu Habib Ahmad memang sangat luas, namun ilmu itu bukan hanya sekedar dikuasai dan tidak diamalkan. Selain diamalkan, Habib Ahmad tidak pernah menyombongkan ilmunya, melainkan selalu tampil dengan rendah hati, suka bergaul, jujur, sabar, istiqomah dan disiplin dalam menjalankan agama.
Di Kota Pekalongan beliau aktif meneruskan kegiatankegiatan dakwahnya. Beliau tidak ambil pusing dengan urusan-urusan duniawi. Semua tenaga dan fikiran beliau semata ditujukan untuk kepentingan dakwah. Waktu beliau selalu dipenuhi dengan kegiatan dakwah, ibadah, dzikir kepada Allah dan membaca ayat-ayat suci al-Qur'an. Keluasan ilmu yang beliau miliki dihiasi pula dengan akhlak beliau yang mulia. Menurut sejumlah orang tua di Kota Pekalongan, berdasarkan penuturan ayah atau mereka yang hidup pada masa Habib Ahmad, habib ini selalu tampil dengan rendah hati (tawadhu), dan suka bergaul.
Amar Ma’ruf-Nahi Munkar
Habib Ahmad terkenal dengan ketegasannya dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. jika beliau melihat seseorang yang melakukan suatu kemungkaran, beliau tidak segan-segan untuk menegurnya. Namun perkataan-perkataan yang keluar dari lisan beliau, selalu beliau ucapkan dengan jujur‘dan niat yang suci. Beliau tidak dapat mentolerir terhadap hukum-hukum Allah yang dilanggar atau melihat orang yang meremehkan soal agama. Sebagai contoh, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas dikenal dengan keketatannya pada kaidah pakaian wanita muslim. Orang-orang di Kota Pekalongan tahu betul akan hal itu, dan para wanitanya tidak pernah berani berjalan di antara rumah beliau dan masjid tanpa menutupi tubuhnya secara rapat. Oleh sebab itu para wanita, tidak akan berani lalu lalang di depan kediamannya tanpa mengenakan kerudung atau tutup kepala. Tidak peduli wanita Muslim, maupun wanita Cina atau Belanda, mereka menggunakan tutup kepala apabila lewat di tempat kediaman beliau.
Pernah seorang istri residen Pekalongan dimarahi karena berpapasan dengan beliau karena tidak menggunakan tutup kepala. Cerita-cerita yang berhubungan dengan tindakan Habib Ahmad ini sudah begitu tersebar luas di tengah masyarakat Pekalongan. Bahkan, setiap perayaan yang menggunakan bunyi-bunyian seperti drumband, mulai perempatan selatan sampai perempatan utara Jl. KH. Agus Salim, tidak dibunyikan karena akan melewati rumah beliau. Habib Ahmad juga sangat keras terhadap perjudian dan perzinaan.'’° Bagi Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas, itu merupakan kewajiban yang harus beliau lakukan.
Wara dan Zuhud
Beliau dikenal sebagai orang yang sangat wara dan zuhud. Beliau sangat hati-hati dalam masalah harta supaya tidak ada harta haram yang beliau gunakan apalagi dimakan. Demi kehati-hatian itu pula beliau tidak mau menerima sesuatu dari seseorang kecuali dari orang yang diketahui baik . pergaulannya dan benar niatnya.
Selama bertahun-tahun beliau hidup dalam keadaan yang sederhana. Suatu ketika beliau menitipkan uang dalam jumlah yang besar kepada seseorang, kemudian uang itu hilang semuanya. Ketika beliau diberi tahu, beliau hanya tertawa dan sedikitpun tidak menunjukkan kemarahan serta sama sekali tidak terpengaruh dengan kejadian itu.
Beliau juga tidak suka, bergurau baik dalam perbuatan maupun ucapan dan selalu menghindari gurauan dalam semua majelisnya, sehingga yang ada di dalam majelisnya hanyalah kesungguh-sungguhan, Aib orang tidak pernah disebut dalam majelisnya. Majelis beliau sepenuhnya merupakan majelis ilmu, dzikir dan dakwah.
Keseharian Habib Ahmad disibukkan dengan kegiatan ta‘lim dan dakwah di Masjid Wakaf, Jl. Surabaya. Sebelum wafat beliau sempat mengalami patah tulang pada pangkal pahanya, akibat jatuh, hingga tidak dapat berjalan. Sejak itu beliau mengalihkan kegiatannya di kediamannya, termasuk sholat berjamaah dan pengajian. Beliau meninggal pada malam Ahad tanggal 25 Rajab tahun 1347 Hijriyah (6 Januari 1929) dan dimakamkan di Sapuro, Kota Pekalongan. Hari, tanggal dan tahun meninggalnya tertulis dalam batu nisan di makam beliau."
Setiap tahun diadakan acara haul untuk mengenang jasa beliau, namun peringatan haulnya diselenggarakan setiap tanggal 14 Sya’ban, bersamaan dengan malam Nisfsu Syaban. Acara haul ini setiap tahun dihadiri oleh ribuan orang. Perjuangan beliau kemudian diteruskan oleh keturunan beliau, yaitu Habib Ali, kemudian Habib Ahmad dan sekarang oleh Habib Muhammad Baqir.
Keteladanan Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib AL-Atthas
Di Kota Pekalongan Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas aktif melakukan kegiatan-kegiatan dakwah. Beliau tidak ambil pusing dengan urusan-urusan duniawi. Semua tenaga dan fikiran beliau semata ditujukan untuk kepentingan dakwah. Waktu beliau selalu dipenuhi dengan kegiatan dakwah, ibadah, dzikir kepada Allah dan membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Keluasan ilmu yang beliau miliki dihiasi pula dengan akhlak beliau yang mulia. Menurut sejumlah orang tua di Kota Pekalongan, berdasarkan penuturan ayah atau mereka yang hidup pada masa Habib Ahmad, habib ini selalu tampil dengan rendah hati (tawadhu), dan suka bergaul.
Habib Ahmad terkenal dengan ketegasannya dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Jika beliau melihat seseorang yang melakukan suatu kemungkaran, beliau tidak segan-segan untuk menegurnya. Namun perkataan-perkataan yang keluar dari lisan beliau, selalu beliau ucapkan dengan jujur‘dan niat yang suci. Beliau tidak dapat mentolerir terhadap hukum-hukum Allah yang dilanggar atau melihat orang yang meremehkan soal agama.
Beliau dikenal sebagai orang yang sangat wara dan zuhud. Beliau sangat hati-hati dalam masalah harta supaya tidak ada harta haram yang beliau gunakan apalagi dimakan. Demi kehati-hatian itu pula beliau tidak mau menerima sesuatu dari seseorang kecuali dari orang yang diketahui baik. pergaulannya dan benar niatnya.
Selama bertahun-tahun beliau hidup dalam keadaan yang sederhana. Suatu ketika beliau menitipkan uang dalam jumlah yang besar kepada seseorang, kemudian uang itu hilang semuanya. Ketika beliau diberi tahu, beliau hanya tertawa dan sedikitpun tidak menunjukkan kemarahan serta sama sekali tidak terpengaruh dengan kejadian itu.
0 komentar:
Posting Komentar