بسم الله الرّحمن الرّحيم
Syeikh Muhammad Arsya Al-Banjari (Datuk Kalampayan) |
Beliau dilahirkan di desa Lok Gabang pada hari kamis dinihari 15 Shafar 1122 H, bertepatan 19 Maret 1710 M. Anak pertama dari keluarga muslim yang taat beragama , yaitu Abdullah dan Siti Aminah.
Jalur nasabnya ialah
- Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin
- Abdullah bin
- Tuan Penghulu Abu Bakar bin
- Sultan Abdurrasyid Mindanao bin
- Abdullah bin
- Abu Bakar Al Hindi bin
- Ahmad Ash Shalaibiyyah bin
- Husein bin
- Abdullah bin
- Syaikh bin
- Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin
- Abu Bakar As Sakran bin
- Abdurrahman As Saqqaf bin
- Muhammad Maula Dawilah bin
- Ali Maula Ad Dark bin
- Alwi Al Ghoyyur bin
- Muhammad Al Faqih Muqaddam bin
- Ali Faqih Nuruddin bin
- Muhammad Shahib Mirbath bin
- Ali Khaliqul Qassam bin
- Alwi bin
- Muhammad Maula Shama’ah bin
- Alawi Abi Sadah bin
- Ubaidillah bin
- Imam Ahmad Al Muhajir bin
- Imam Isa Ar Rumi bin
- Al Imam Muhammad An Naqib bin
- Al Imam Ali Uraidhy bin
- Al Imam Ja’far As Shadiq bin
- Al Imam Muhammad Al Baqir bin
- Al Imam Ali Zainal Abidin bin
- Al Imam Sayyidina Husein bin
- Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti
- Rasulullah SAW.
Sejak masa kecilnya Allah SWT telah menampakkan kelebihan pada dirinya yang membedakannya dengan kawan sebayanya. Dimana dia sangat patuh dan ta’zim kepada kedua orang tuanya, serta jujur dan santun dalam pergaulan bersama teman-temannya. Allah SWT juga menganugrahkan kepadanya kecerdasan berpikir serta bakat seni, khususnya di bidang lukis dan khat (kaligrafi).
Pada suatu hari, tatkala Sultan Kerajaan Banjar (Sultan Tahmidullah) mengadakan kunjungan ke kampung-kampung, dan sampailah ke kampung Lok Gabang alangkah terkesimanya Sang Sultan manakala melihat lukisan yang indah dan menawan hatinya. Maka ditanyakanlah siapa pelukisnya, maka dijawab orang bahwa Muhammad Arsyad lah sang pelukis. Mengetahui kecerdasan dan bakat sang pelukis, terbesitlah di hati sultan keinginan untuk mengasuh dan mendidik Muhammad Arsyad kecil di istana yang ketika itu baru berusia ± 7 tahun.
Sultanpun mengutarakan goresan hatinya kepada kedua orang tua Muhammad Arsyad. Pada mulanya Abdullah dan istrinya merasa enggan melepas anaknya yang tercinta. Tapi demi masa depan sang buah hati yang diharapkan menjadi anak yang berbakti kepada agama, negara dan orang tua, maka diterimalah tawaran sultan tersebut.
Kepandaian Muhammad Arsyad dalam membawa diri, sifatnya yang rendah hati, kesederhanaan hidup serta keluhuran budi pekertinya menjadikan segenap warga istana sayang dan hormat kepadanya.
Bahkan sultanpun memperlakukannya seperti anak kandung sendiri.
Setelah dewasa beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang solehah bernama Tuan Bajut, seorang perempuan yang ta’at lagi berbakti pada suami sehingga terjalinlah hubungan saling pengertian dan hidup bahagia, seiring sejalan, seiya sekata, bersama-sama meraih ridho Allah semata.
Dzurriyaat (anak dan cucu) beliau banyak sekali yang menjadi ulama besar, pemimpin-pemimpin, yang semuanya teguh menganut Madzhab Syafi’i sebagai yang di wariskan oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjar. Diantara dzurriyat beliau yang kemudian menjadi ulama besar turun temurun adalah :
- H. Jamaluddin, Mufti, anak kandung, penulis kitab “perukunan Jamaluddin”.
- H. Yusein, anak kandung, penulis kitab “Hidayatul Mutafakkiriin”.
- H. Fathimah binti Arsyad, anak kandung, penulis kitab “Perukunan Besar”, tetapi namanya tidak ditulis dalam kitab itu.
- H. Abu Sa’ud, Qadhi.
- H. Abu Naim, Qadhi.
- H. Ahmad, Mufti.
- H. Syahabuddin, Mufti.
- H.M. Thaib, Qadhi.
- H. As’ad, Mufti.
- H. Jamaluddin II., Mufti.
- H. Abdurrahman Sidiq, Mufti Kerajaan Indragiri Sapat (Riau), pengarang kitab “Risalah amal Ma’rifat”, “Asranus Salah”, “Syair Qiyamat”, “Sejarah Arsyadiyah” dan lain lain.
- H. M. Thaib bin Mas’ud bin H. Abu Saud, ulama Kedah, Malaysia, pengarang kitab “Miftahul jannah”.
- H. Thohah Qadhi-Qudhat, penbina Madrasah “Sulamul ‘ulum’, Dalam Pagar Martapura.
- H. M. Ali Junaedi, Qadhi.
- Gunr H. Zainal Ilmi.
- H. Ahmad Zainal Aqli, Imam Tentara.
- H. M. Nawawi, Mufti.
- Semua yang disebutkan diatas menjadi ulama dan telah berpulang ke rahmatullah. Namun masih banyak lagi, seperti yang belakangan banyak dikenal sebagai ahli tasawuf dan waliyullah yakni Syeikh Zaini Abdul Ghani (Guru Ijai atau Guru Sekumpul).
Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya sang istri mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya.
Deraian air mata dan untaian do’a mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu. Diantara guru beliau adalah
- 'Alimul ‘Allamah Syeikh Atha’illah bin Ahmad al-Mishri al-Azhari, di Makkah
- Syeikh al-Islam Imam al-Haramain ‘Alimul ‘Allamah Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, di Madinah,
- Khusus dalam bidang Tasawuf Muhammad Arsyad belajar kepada Sayyid al-Arif Billah Syeikh Muhammad bin Abdul Karim al-Qadiry al-Hasani, yang masyhur dikenal dengan nama Syeikh Muhammad Samman al-Madany, di Madinah
- Syeikh Ahmad bin Abdul Mun’im ad-Damanhuri
- Syeikh Sayyid Abi al-Faidl Muhammad Murtadha bin Muhammad az-Zabidy
- Syeikh Hasan bin Ahmad Akisy al-Yamany
- Syeikh Salim bin Abdullah al-Bashry
- Syeikh Shiddiq bin Umar Khan
- Syeikh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawy
- Syeikh Abdurrahman bin Abdul Aziz al-Maghrabi
- Syeikh Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman al-Ahdal
- Syeikh Abdurrahman bin Abdul Mubin al-Fathani. Beliau adalah seorang sahabat karib Syaikh Muhammad Samman al-Madany, bahkan makam beliau bersebelahan dengan makam Syaikh Muhammad Samman al-Madany
- Syeikh Abdul Ghani bin Syeikh Muhammad Hillal
- Syeikh Abid as-Sandi
- Syeikh Abdul Wahhab ath-Thanthawy
- Syeikh Maulana Sayyid Abdullah Mirgani
- Syeikh Muhammad bin Ahmad al-Jauhari
- Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh, pengarang Kitab Bidayatul Hidayah
Syeikh Muhammad Samman al-Madany adalah guru Muhammad. Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muh. Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah.
Menurut riwayat, Khalifah al Sayyid Muhammad al Samman di Indonesia pada masa itu, hanya empat orang, yaitu Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari, Syeikh Abdush Shomad al Palembani (Palembang), Syeikh Abdul Wahab Bugis dan Syekh Abdur Rahman Mesri (Betawi). Mereka berempat dikenal dengan “Empat Serangkai dari Tanah Jawi” yang sama-sama menuntut ilmu di al Haramain al Syarifain.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang diarak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penentiannya akan berakhir.
Sebenarnya beliau dan kawan - kawan tidak ingin pulang ketanah air tetapi ingin melanjutkan belajar di Mesir, namun maksud tersebut terpaksa dibatalkan karena Syeikh Sulaiman Al-kurdi menyatakan bahwa ilmu mereka sudah dalam dan luas, lebih penting pulang ketanah air untuk memberi pelajaran dan membimbing masyarakat didaerah masing-masing.
Akhirnya mereka menuruti nasehat guru mereka itu. Setiba ditanah betawi (Jakarta) Muhammad Arsyad dan kawan-kawan disambut oleh para ulama dan orang banyak dengan gembira. Selama 60 hari berada di betawi (jakarta),beliau berkunjung kebeberapa masjid.
Berikut beberapa karamah (keahlian)yang beliau miliki, beliau dapat membetulkan arah kiblat masjid yang kurang tepat.masjid yang beliau perbaiki arah kiblatnya adalah masjid Jembatan Lima, Masjid Luar Batang, dan Masjid Pekojan.
Selanjutnya beliau menuju banjarmasin dengan menumpang kapal Belanda. Sampai ditengah laut jawa kapten kapal bertanya. "ya Tuan haji besar! berapakah kedalaman laut jawa ini?" kata kapten kapal.(Haji Besar adalah gelar kehormatan bagi tuan guru yang menuntut ilmu di tanah Suci Makkah).
Sebelum menjawab beliau memandangi air laut jawa tersebut, kemudian beliau berkata "200 meter" jawab Syeikh Muhammad Arsyad.
Kapten kapal tersebut tidak langsung percya dengan jawaban Syeikh Muhammad Arsyad itu, kemudian dia mengambil meteran panjang dan mengukur kedalaman air laut tersebut. Setelah diukur ternyata kedalaman air laut tersebut tepat 200 meter, sedikitpun tidak kurang atau lebih, Kapten kapal Belanda itu menggelengkan kepala mendengar jawaban Syeikh Muhammad Arsyad.
"tuan Haji Besar, anda orang hebat !" puji kapten kapal..
'Dari warna airnya,bila air laut berwarna putih kebiruan kedalamannya 200 meter, seperti laut jawa ini bila kebiru-biruan maka kedalamannya mencapai 2000 meter, dan bila berwarna biru kedalamannya mencapai 2000 meter lebih' jawab Syekh Muhammad Arsyad dengan mantap.
"Tuan ,Betul" kata kapten kapal belanda itu kagum akan kecerdasan dan ilmu yang dimiliki beliau.
Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammd Arsyad di kampung halamannya Martapura pusat Kerajaan Banjar pada masa itu.
Sultan Tamjidillah (Raja Banjar) menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran.
Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama “Matahari Agama” yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultanpun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’.
Dalam menyampaikan ilmunya Syeikh Muhammad Arsyad mempunyai beberapa metode, di mana antara satu dengan yang lain saling menunjang. Adapun metode-metode tersebut, yaitu:
Bil-hal
Keteladanan yang baik (uswatun hasanah)yang direfleksikan dalam tingkah-laku, gerak-gerik dan tutur-kata sehari-hari dan disaksikan secara langsung oleh murid-murid beliau.
Bil-lisan
Dengan mengadakan pengajaran dan pengajian yang bisa diikuti siapa saja, baik keluarga, kerabat, sahabat dan handai taulan.
Bil-kitabah
Menggunakan bakat yang beliau miliki di bidang tulis-menulis, sehingga lahirlah lewat ketajaman penanya kitab-kitab yang menjadi pegangan umat. Buah tangannya yang paling monumental adalah kitab Sabilal Muhtadin Littafaqquh Fiddin, yang kemasyhurannya sampai ke Malaysia, Brunei dan Pattani (Thailand selatan).
Syaikh MuhammadArsyad al-Banjari banyak membuat tulisan, baik berupa lembaran maupun kitab dalam berbagai bidang ilmu seperti Tauhid, Fiqih, Tasawuf dan lainnya. Di antara kitab-kitab yang ditulisnya adalah:
- Kitab Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M. Kitab ini telah di alihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia, berisi tiga bab dan khatimah, berbicara penguraian masalah Aqidah, kepercayaan yang haq dan bathil atau hakikat iman yang benar, serta hal-hal yang bisa merusak iman.
Sebagian orang meragukan apakah kitab ini asli karya Syaikh MuhammadArsyad al-Banjari, hal ini disebabkan isinya relatif dianggap bertolak belakang dengan adat kepercayaan sebagian masyarakat Kalimantan. Namun beberapa bukti, menunjukkan bahwa kitab tersebut benar-benar karya Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, diantaranya adalah
(1). Tulisan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, dikatakan “Maka disebut oleh yang empunya karangan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imanil Mu’minin bagi `Alim al-Fadhil al-’Allamah Syeikh Muhammad Arsyad.”
(2). Tulisan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari dalam Syajaratul Arsyadiyah, “Maka mengarang Maulana (maksudnya Syeikh MuhammadArsyad al-Banjari, pen:) itu beberapa kitab dengan bahasa Melayu dengan isyarat sultan yang tersebut, seperti Tuhfatur Raghibin …” Pada halaman lain, “Maka Sultan Tahmidullah Tsani ini, ialah yang disebut oleh orang Penembahan Batu. Dan ialah yang minta karangkan Sabilul Muhtadin lil Mutafaqqihi fi Amrid Din dan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imani Mu’minin wa Riddatil Murtaddin dan lainnya kepada jaddi (Maksudnya: datukku, pen al-’Alim al-’Allamah al-’Arif Billah asy-Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari.”
(3). Kitab cetakan Istanbul, yang kemudian dicetak kembali oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura tahun 1347 H, yaitu cetakan kedua dinyatakan, “Tuhfatur Raghibin … ta’lif al-’Alim al-’Allamah asy-Syeikh MuhammadArsyad al-Banjari.” Di bawahnya tertulis, “Telah ditashhihkan risalah oleh seorang daripada zuriat muallifnya, iaitu `Abdur Rahman Shiddiq bin Muhammad `Afif mengikut bagi khat muallifnya sendiri …”. Di bawahnya lagi tertulis, “Ini kitab sudah cap dari negeri Istanbul fi Mathba’ah al-Haji Muharram Afandi”. Dan terakhir
(4). Mahmud bin Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari mencetak kitab Tuhfah ar-Raghibin itu disebutnya sebagai cetakan yang ketiga, dan nama Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari tetap dicantumkan sebagai pengarangnya. - Kitab Luqtah al-’Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H/1778 M. Kitab ini adalah kitab yang menguraikan hukum-hukum mengenai masalah kewanitaan.
- Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diseselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H/1780 M. Kitab ini sangat masyhur bahkan sampai ke luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Fathani dan lainnya. Kitab ini berisi tentang masalah Ilmu Fiqih, ditulis sekitar tahun 1192H atau 1777M.
- Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M.
- Kitab Bab an-Nikah. Kitab ini menguraikan tentang hukum-hukum pernikahan.
- Kitab Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi
- Kanzu al-Ma’rifah, kitab yang menguraikan tentang Ilmu Tasawuf atau Ilmu Hakikat Pengendalian Diri dan Allah.
- Kitab Ushuluddin
- Kitab Al-Faraidl
- Kitab Hasyiyah Fath al-Wahhab
- Kitab Mushhaf al-Quran al-Karim
- Kitab Fathur Rahman
- Kitab Arkanu Ta’lim As-Shibyan
- Kitab Bulugh al-Maram
- Fi Bayani Qadha’ wa al-Qadar wa al-Waba’
- Kitab Tuhfah al-Ahbab
- Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna. Kitab ini dikumpulkan semula oleh keturunannya, Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura, tanpa dinyatakan tarikh cetak.
- Fatawa Sulaiman Kurdi.
- Kitab Ilmu Falaq.
Setelah ± 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT memanggil Syekh Muhammad Arsyad ke hadirat-Nya.
Usia beliau 105 tahun dan dimakamkan di desa Kalampayan, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.
0 komentar:
Posting Komentar