Rabu, 23 Agustus 2023 0 komentar

Makam Habib Agil bin Ahmad bin Syahab

بسم الله الرّحمن الرّحيم



Maqbaroh Waliyullah Mastur Al Habib Agil bin Ahmad bin Syahab.

Bliau termasuk Salah satu ulama yang Awal menyebarkan Islam di daerah Tambun-Rorotan dan sekitarnya.

Menurt cerita yg beredar bliau ini pendatang dari aceh. Yang mendapat mandat berdakwah menyebarkan ajaran islam di tanah jawa.

Tapi bisa jadi juga bliau ini dari palembang, dan mungkin masih ada kaitannya dengan Al Imam Al Habib Ahmad bin Syech bin Syahab palembang (Hanya perkiraan peribadi)

Tapi yang jelas, mau dari aceh atau dari mana, bliau ini merupakan dzuriyah nabi yang sangat berkontribusi atas penyebaran islam di wilayah Tambun rengas ini.

Terlihat jelas dengan masih terawatnya makam bliau dan masih banyak di ziarahi orang.

Wallahualam bishowab.

Al Fatihah..

0 komentar

Habib Ali bin Alwi bin Shahab

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Banyak ulama Hadramaut yang memiliki keahlian khusus. Selain menguasai ilmu agama, ada beberapa diantaranya yang terkenal sebagai sufi. Sedangkan Habib Ali bin Alwi bin Shahab dikenal sebagai pakar atithibb an-nabawi , pengobatan cara Nabi.

Beliau lahir dan dibesarkan di lingkungan para wali di Tarim, Hadramaut, pada tahun 1267 H / 1847 M. sejak kecil beliau dididik oleh ayahandanya hingga sang ayah menjelajah beberapa negeri di Asia untuk berdakwah, dan akhirnya bermukim di Palembang, Sumatera selatan.

Selain kepada ayahandanya, Habib Ali berguru kepada beberapa ulama besar. Antara lain :
  • Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi ( penulis kitab Iqdul Yawaqitul Jauhariyah ).
  • Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi ( penulis naskah Maulid Simthud Dhuror ).
  • Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf ( ayahanda Al-Quthb Habib Abdul Qadir Assegaf, Jeddah ).
Setelah dewasa, Habib Ali, bersama saudaranya Habib Hasan, berdakwah ke Asia, sekalian menziarahi ayahandanya di Palembang. Sebelum akhirnya menetap di Palembang, beliau tinggal di Singapura sambil berguru kepada Syeikh Umar Al-Khatib; sedangkan Habib Hasan dan saudaranya, kembali ke Hadramaut, Yaman, setelah mengunjungi Gresik, Jawa Timur.

Di Palembang dia mendirikan rumah di perkampungan kaum Alawiyin di sungai Bayas, berhadapan dengan rumah ayahandanya, yang oleh penduduk disebut rumah batu. Rumah itu berlantai dua. Lantai bawah khusus para tamu, lengkap dengan kamar tidur dan kamar mandi. Sedangkan beliau sendiri tinggal di lantai atas.

Kegemaran Habib Ali bin Alwi bin Shahab memuliakan para tamu bukan hanya dalam keadaan jaga, tapi juga dalam keadaan tidur, mungkin bisa disebut dalam keadaan mimpi. Sampai-sampai istrinya, Syarifah Ruqayyah binti Abu Bakar Al-Kaf, pada hari-hari pertama berkeluarga dengan Habib Ali bingung dan mengira suaminya sakit. Sebab dalam keadaan tidur, Habib Ali tampak berdialog dan menyebut nama para wali yang sudah wafat. Agaknya mereka menemui Habib Ali dalam tidurnya.

Tamu Habib Ali, dalam keadaan terjaga, banyak sekali, terdiri para pedagang dan mubaligh, baik dari Asia maupun Timur Tengah. Mereka melakukan transaksi dengan Habib Ali, dan Habib Ali menjual barang dagangann ya di Toko "Laris" di pasar Ilir, atau menyalurkannya ke Apotek. Diantaranya terdapat da'wat ( untuk rajah ), khan arab, inggu, dedes, mustaki, minyak wangi. Getar semalo, malam, akar kara, kumo-kumo dan minyak Za'faron.

Rumah Habib Ali juga dimanfaatkan untuk majelis taklim, tempat mendidik anak-anaknya dan beberapa murid lain. Diantara mereka, dibelakang hari ada yang menjadi ulama terkenal, seperti Nungcik Aqil dan mualim Umar. Kepada para muridnya, Habib Ali selalu memberi uang setiap kali mereka selesai belajar.

Suatu hari, Habib Ali memulai majelisnya pada pukul dua dini hari hingga para santrinya kedinginan dan kelaparan lantaran menunggu Habib Ali menghatamkan Al-Qur'an, kebiasaannya tiap hari. Mualim Umar, melihat pisang goring yang disediakan untuk Habib Ali sudah dingin, tapi madu dan ceret kopi sudah kosong.

Setelah menghatamkan Al-Qur'an dan shalat dua raka'at, Habib Ali menyuruh murid-muridnya membuka kitab, sedangkan Mualim Umar disuruh menyajikan kopi, pisang goreng dan madu. Tentu saja Mualim Umar bingung, tapi ia tetap mematuhi perintah sang guru. Betapa ia terkejut ketika didapatinya pisang goring masih panas dan ceret kopi sudah terisi penuh, padahal tak ada orang lain yang mengerjakannya.

Dalam majelisnya yang lain, Habib Ali didatangi seorang pemuda berpakaian rapi, mengenakan jas dan celana panjang dengan rambut tersisir rapi. Tampilan pemuda itu tidak sesuai untuk ukuran majelis taklim. Namun Habib Ali menyambutnya dengan hangat, memeluk dan mencium tangannya, meskipun umur sang tamu masih sangat muda.

"Kalian tahu siapa yang datang tadi? Habib Ali bertanya kepada para santrinya setelah sang pemuda tadi pamit pulang. 

"Beliau adalah Habib Salim bin Ahmad bin Jindan dari Jakarta, Waliyullah yang mendapatkan abdal ( salah satu tingkatan wali yang jumlahnya tujuh ) dari Allah swt." Konon, Habib Salim Jindan sengaja berpakaian seperti itu agar para pemuda tidak sungkan-sungkan menghadiri majelis Habib Ali.

Selain di rumah, Habib Ali juga mengajar di beberapa tempat lain, seperti di rumah Habih Muhammad bin Alwi ( pasar Kuto, Palembang ), Pesantren Tahtal Yaman ( Jambi ) dan Madrasah Al-Ihsan ( 10 Ilir, Palembang ) cababg Rabithah Alawiyah ( Jakarta ).

Habib ali juga dikenal sebagai ahli Thibbun nabawi , pengobatan cara Nabi. Mulai dari pembuatan wafak atau wifik, hingga obat-obatan tradisionil yang terkenal mujarab. Produk obatnya yang masih bisa diperoleh hingga saat ini, antara lain minyak mawar, minyak inggu, minyak rahib, minyak telur, minyak labu dan ma,jun bawang putih.

Beliau juga menulis kitab tentang obat-obatan dalam huruf Arab Melayu berjudul Penggirang Hati dan menerbitkan beberapa risalah :
  • Fathul Mubin
  • Al-Ghirah al-'Alawiyyah 'ala al-Ukhuwwah al-Hadramiyyah
  • Tanbihul Anam 'anti Jawiyyah
  • Al-Ghirah asy-Syahabiyyah 'ala as-Sirah al-Hasyimiyyah.
Pada suatu hari, ketika sedang beristirahat di teras kamar. Beliau didekati dua ekor burung berwarna putih. Beliau lalu menciprati burung itu dengan minyak wangi, dan si burung disuruh terbang kembali. Tetapi burung tidak terbang juga meski Habib Muhammad, anaknya, ikut mengusirnya. Agaknya Habib Ali memahami situasi tersebut. Lalu dipanggilnya pembantu setianya yang terbaring sakit.

"Ya. Saidah, Izrail sudah datang, dia mau memanggil saya."

Yang dimaksud dengan Izrail, rupanya si burung itu.

"jangan Ya Habib, biar Saidah dulu, tolong Habib doa'kan saya." Jawab Saidah binti Salim al-Maidit yang mengulanginya sampai tiga kali. Akhirnya, ketika magrib tiba, Saidah pun wafat. 

Malamnya, Habib Ali mempersiapkan kain kafan untuk Saidah, setelah itu kembali ke kamarnya, sementara burung putih itu masih bertengger di teras rumah.

Keesokan harinya, setelah mandi dan shalat shubuh. Habib Ali minta dimandikan lagi, karena hari itu sahur pertama, terlebih ada jenazah Saidah.

"Rupanya Izrail masih menunggu saya dan saya mau mandi dulu." Kata Habib Ali kepada istrinya. Setelah mandi dengan bantuan anaknya, Habib Muhammad, beliau berbaring. Saat itulah beliau bertanya:

Ya Izrail apakah sudah ada izin dari Allah swt?"

Tidak lama kemudian beliau pun berkata kepada istrinya:

Ya Ipa, sudah ada izin dari Allah awt."

Kontan istrinya berteriak :

"Jangan, Ya Ami……Jangan Ya Ami!

Kemudian Habib Ali berdoa' sambil tetap berbaring, setelah sebelumnya mencelupkan kedua tangannya ke dalam baskom air. Saat itulah Habib Ali berpulang dalam usia 87 tahun, pada 1 Ramadhan 1354 H, bertepatan dengan tanggal 27 November 1935 M. 

(al-Kisah No.25/ tahun III/ 5-18 desember 2005 )
0 komentar

Gallery Habib Salim bin Hafidz bin Syeikh Abu Bakar bin Salim

بسم الله الرّحمن الرّحيم




0 komentar

Meraih Manisnya Amal

بسم الله الرّحمن الرّحيم

"Siapa yang merasakan buah amalnya di dunia maka itu bukti bahwa amalnya diterima di akhirat." Syeikh Ibnu Atha'illah

Menurut Syeikh Abdullah Asy- Syarqawi, yang dimaksud dengan "buah amal di dunia" adalah kenikmatan dalam beramal. Jika seseorang sudah merasakan nikmatnya beramal, itu berarti bahwa amalnya tersebut telah diterima Allah selagi masih di dunia.

Abu Turab berkata, "Jika seorang hamba tulus dalam amalnya, ia akan mendapatkan manisnya amal itu sebelum mengerjakannya. Jika ia ikhlas dalam amalnya, ia akan mendapatkan manisnya amal itu saat mengerjakannya." Amal yang memiliki sifat-sifat seperti ini akan diterima Allah. Jika Allah telah menerima amal seorang hamba di dunia, maka hal itu adalah tanda bahwa kelak di akhirat, Dia akan memberinya pahala, sebagaimana yang akan dijelaskan.

Sekalipun telah merasakan manisnya beramal, seorang hamba tidak layak untuk terlena dan merasa bahagia terlebih dahulu. Ia juga tidak layak berharap agar amal tersebut terus berlangsung lantaran ia merasa nikmat dan mujur di dalamnya. Hal itu bisa merusak keikhlasannya dalam beribadah dan ketulusan niatnya."

Syeikh Ibnu Atha'illah dalam Al-Hikam, disyarah oleh Syeikh Abdullah Asy-Syarqawi
Rabu, 16 Agustus 2023 0 komentar

Menziarahi Para Wali Allah Adalah Amalan Para Wali

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Al-Imam Al-Quthub Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad Shohiburrotib Beliau [Ra] mengagumi orang orang yang menziarahi para 'Aulia (para Waliyullah) & Beliau tidak senang kepada orang yang tidak senang berziarah, bahkan beliau menilai orang tersebut sebagai orang yang malas dan tidak memiliki perhatian kepada agamanya.

Al-Imam Al-Quthub As-Syeikh Ali bin Abi Bakar Assakron selalu berziarah ke makam para Wali bahkan dalam sehari beliau mengulangnya hingga 4 kali.

Dalam sebuah riwayat disebutkan,

Bahwa Al-Imam Ali bin Abi Bakar Assakron pernah pulang dari ziarah tetapi beliau kembali lagi ke tempat ziarah sebelum tiba ke rumahnya dan ia berkata "aku akan kembali karna aku telah niat ziarah kembali

Diriwayatkan dalam kitab Alqirthos Syarah dari Rattibul Al-Athas,

من زار و ليا غفر ذنوبه

Barang siapa menziarahi seorang wali maka alloh swt mengampunkan dosanya

Orang yang berziarah ke makam para wali dengan tujuan tabarruk, maka ziarah tersebut dapat mendekatkannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak menjauhkannya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Orang yang berpendapat bahwa ziarah wali dengan tujuan tabarruk itu syirik, jelas keliru. Ia tidak punya dalil, baik dari Al-Qur’an maupun dari hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam.
Al-Hafizh Waliyyuddin Al-’Iraqi berkata ketika menguraikan maksud hadits:

أَنَّ مُوْسَى قَالَ: رَبِّ أَدْنِنِيْ مِنَ اْلأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ وَأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «وَاللهِ لَوْ أَنِّيْ عِنْدَهُ لأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَنْبِ الطَّرِيْقِ عِنْدَ الْكَثِيْبِ الْأَحْمَرِ

“Sesungguhnya Nabi Musa as berkata: “Ya Allah, dekatkanlah aku kepada tanah suci sejauh satu lemparan dengan batu.” Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda: “Demi Allah, seandainya aku ada di sampingnya, tentu aku beritahu kalian letak makam Musa, yaitu di tepi jalan di sebelah bukit pasir merah.” 

Ketika menjelaskan maksud hadits tersebut, Al-Hafizh Al-’Iraqi berkata:

 عَلاَمَةً هِيَ مَوْجُوْدَةٌ وَفِيْهِ اسْتِحْبَابُ مَعْرِفَةِ قُبُوْرِ الصَّالِحِيْنَ لِزِيَارَتِهَا وَالْقِيَامِ بِحَقِّهَا، وَقَدْ ذَكَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لِقَبْرِ السَّيِّدِ مُوْسَى فِيْ قَبْرٍ مَشْهُوْرٍ عِنْدَ النَّاسِ اْلآَنَ بِأَنَّهُ قَبْرُهُ، وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْمَوْضِعَ الْمَذْكُوْرَ هُوَ الَّذِيْ أَشَارَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ

“Hadits tersebut menjelaskan anjuran mengetahui makam orang-orang saleh untuk dizarahi dan dipenuhi haknya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah menyebutkan tanda-tanda makam Nabi Musa As. yaitu pada makam yang sekarang dikenal masyarakat sebagai makam beliau. Yang jelas, tempat tersebut adalah makam yang ditunjukkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” 
(Tharh al-Tatsrib, [3/303]). 

Pada dasarnya ziarah kubur itu sunnah dan ada pahalanya.
Al Imam Al Quthbul Wujud Asy-Syahir Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi.
(Shohib Simthud Durror) berkata :

Kalian berziarah datang dari jauh, sungguh yang akan kalian dapatkan adalah keuntungan yang begitu besar. Hati kalian yang sebelumnya kosong kini akan penuh terisi dengan berbagai kebaikan, pertolongan dan keberkahan.” 

Mereka menjawab :
Tetapi, kami datang bukan dengan hati yang kosong, Habib. Melainkan kami datang dengan hati yang telah penuh dengan dosa, penyakit dan kesalahan.” 

Lalu Al Habib Ali Bin Muhammad Al Habsyi menjawab : 
Keberkahan dari berziarah akan menyembuhkan semua penyakit itu. Juga mengikis habis dosa-dosa itu, lalu kemudian di isinya dengan segala macam kebaikan-kebaikan.” 

Semoga bermanfaat..
Wallahu a'lam...
 
;