Selasa, 16 Mei 2023

Thosin Al Shofa (Kebeningan)

بسم الله الرّحمن الرّحيم

  1. Hakikat itu adalah sesuatu yang sangat halus, dan sulit menguraikannya. Jalan untuk menempuhnya sempit, dan tentang jalannya itu, seorang penempuh (salik) harus mengarungi 'kobaran api' di tengah gurun yang dalam. Seorang asing (gharib) telah mengikuti jalan ini, dan menyampaikan bahwa apa yang dialaminya ada empat puluh Maqom, yaitu:
    1. Kesopan santunan ['adab],
    2. Kegentar hatian [rahab],
    3. Kejerih payahan [nashab],
    4. Penuntutan-diri [thalab],
    5. Ketakjuban ['ajab],
    6. Peniadaan ['athab], 
    7. Pemujaan[tharab], 
    8. Pendambaan [syarah],
    9. Penjernihan [nazah],
    10. Kelurusan [shidq],
    11. Persahabatan [rifq],
    12. Persamaan [litq],
    13. Keberangkatan [taswih],
    14. Penghiburan [tarwih],
    15. Ketajaman [tamyiz], 
    16. Penyaksian [syuhud], 
    17. Keberadaan [wujud],
    18. Penghitungan ['add], 
    19. Pengupayaan [kadda], 
    20. Pemulihan [radda], 
    21. Perluasan [imtidad], 
    22. Pengolahan [i'dad], 
    23. Penyendirian [infirad],
    24. Pengendalian [inqiyad], 
    25. Kemauan [murad], 
    26. Kehadiran [hudur], 
    27. Pelatihan [riyadhah], 
    28. Kehati-hatian [hiyathah], 
    29. Penyesalan [iftiqad], 
    30. Kedayatahanan [istilad],
    31. Pengawasan [tadabbur], 
    32. Keterkejutan [tahayyur], 
    33. Perenungan [tafaqqur], 
    34. Kesabaran [tashabbur], 
    35. Penafsiran [ta'abbur], 
    36. Penolakan [rafdh], 
    37. Pengoreksian [naqd], 
    38. Pengamatan [ri'ayah], 
    39. Pembimbingan [hidayah], 
    40. Permulaan-jalan [bidayah].
      Maqam terakhir ini adalah maqam-nya orang-orang yang Hatinya tenang dan suci (shufi).
  2. Tiap maqam memiliki keadaan (hal) spiritualnya sendiri sebagai pahalanya, yang sebagiannya mungkin diperoleh dan sebagian lainnya tidak.
  3. Adapun sang Ghorib yang telah mengarungi gurun (hakikat) dan menyeberanginya, telah mencakupnya serta memahaminya secara keseluruhan. Ia tidak memperoleh sesuatu yang lazim ataupun biasa, tidak di gunung ataupun di darat.
  4. "Ketika Musa (as) menunaikan tugasnya", ia meninggalkan ummatnya karena hakikat akan merengkuhnya sebagai 'milik'-Nya. Tapi, masih juga ia berpuas dengan penerangan semu tanpa pandangan (bashirah) batin langsung, sehingga ada perbedaan antara ia dan sang Insan Kamil [Muhammad saw]. Karena itu ia (Musa as) berkata: "Siapa tahu aku dapat membawa sedikit penerangan untukmu." [Q. 20: 10]
  5. Andaikan sang Pembimbing Utama puas dengan penerangan semu, bagaimana dapat seseorang yang menempuh jalan (thariqah) tidak mencukupkan dirinya dengan jejak semu.
  6. Dari Semak yang Terbakar, di Bukit Sinai, apa yang kedengarannya difirmankan Semak bukanlah dari Semak atau belukarnya, tetapi (firman) Allah.
  7. Dan peranan 'aku' adalah seperti 'Semak' itu.
  8. Jadi, hakikat adalah 'hakikat' dan makhluk adalah 'makhluk'. Makanya buanglah sifat kemakhlukanmu, supaya kau sesuai dengan-Nya, beserta Dia -- kau pun dalam liputan hakikat.
  9. 'Aku' sejati adalah subyek, dan obyek yang terurai adalah subyek dalam hakikatnya. Soalnya adalah bagaimana itu terurai?
  10. Allah berfirman kepada Musa (as): "Kau bimbinglah (ummatmu) pada Bukti (al-Hujjah)," tapi bukan pada Obyeknya Bukti. Adapun bagi-Ku, Aku adalah 'Bukti' dari setiap bukti.
  11. Allah membuatku melampaui apa adanya hakikat dengan kesepakatan, perjanjian, dan persekutuan. Rahasiaku adalah penyaksian (syahadah) langsung tanpa (keikutsertaan) pribadi makhlukku. Itulah rahasiaku, dan inilah hakikat.
  12. Allah memfirmankan pengetahuanku melalui 'aku' dari hatiku. Dia menarikku dekat pada-Nya setelah jauh dari-Nya. Dia membuat aku menjadi Sahabat (Waly)-Nya, Dia memilih aku…

0 komentar:

Posting Komentar

 
;