Senin, 01 November 2021

1 November 2021

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Bab Hukuman (Risalah Al-Amin)
Seorang yang kuat logikanya pasti dia lebih kuat dan cenderung menggunakan pikirannya, lebih cenderung ke perhitungannya, sehingga dia tidak mampu menghitung segala anugerah dari Tuhannya, maka sedikit sekali orang yang sudah mempunyai ilmu pengetahuan itu untuk bisa meyakini atas kebenaran janji-janji Tuhannya.

Petolongan dari Allah itu tidak untuk siapa-siapa tetapi untuk dirasakan bagi orang-orang yang sudah taqwa, jadi orang yang belum taqwa mustahil bisa merasakan anugerah karena anugerah itu bentuk kemuliaan dan kemuliaan itu diraih dengan ketaqwaan bukan dengan sistematik atau kehendak manusia itu sendiri, dengan cara mereka atau pola pikir mereka, sama sekali tidak.

Anugerah itu bukan pemberian, karena pemberian orang yang tidak taqwa pun mendapatkan pemberian, tetapi anugerah ini sesuatu yang bisa dirasakan oleh orang yang bertaqwa, dan pasti segala aspek kehidupannya menjadi rahmat. Mereka di ibaratkan orang yang mendapatkan cahaya, sehingga berjalan tidak tersandung-sandung karena mengetahui persis apa yang menjadi jalan mereka.

Jadi garis besarnya pada umumnya manusia itu lebih cenderung melakukan pekerjaan daripada berpikir, sehingga saat ditengah perjalanan baru dia berpikir, inilah tanda-tanda dia jauh dari Allah, karena tidak ada satupun mahluk dimukan bumi ini yang bisa bergerak tanpa izinnya, tetapi tidak perlu meminta izin karena eksistensinya (akalnya) lebih kuat sehingga terjerumus dalam kesesatan, dan kurangnya hati-hati (wara').

Anugerah itu diberikan kepada orang yang selalu bertalian dan mencari petunjuk kepada Allah, bukan untuk mereka yang menguatkan idealismenya, pemikirannya, maka seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an sesungguhnya mereka tidaklah mengetahui, sehingga hidupnya terjebak dan selalu mengulang-ngulang.

Orang yang kuat eksistensinya dia tidak akan pernah mengetahui mahalnya waktu, betapa berharganya waktu, sehingga selalu dalam kerugian, membuang peluang untuk belajar, membuang peluang untuk meneliti agama, hal-hal itu adalah orang yang sangat rugi dalam kehidupannya karena mereka memang belum memiliki anugerah, hanya menunggu waktu saja sampai datang kematian tanpa mengerti agama sama sekali.

Janganlah berdoa agar kebahagiaanmu dan kebutuhanmu terpenuhui tanpa disertai kebahagiaan bermunajat dengan kekasihmu, Allah. Hal tersebut akan menjadikanmu termasuk ke dalam golongan orang-orang yang terhalang.

Berhati-hatilah dengan kenyamanan, karena saat dirimu terlena dengan kenyamanan itu membuatmu tidak siap dengan keadaan menderita.

Tidak ada kemuliaan yang paling agung selain kemuliaan iman dan mengikuti sunnah, siapa saja yang diberi kitab dan sunnah lantas dia merindukan yang lain, maka dia termasuk hamba yang pembohong dan pendusta.

Barangsiapa yang mengerjakan Wajib tanpa sunnah hukumnya batal, apalagi hanya mengerjakan sunnah dan meninggalkan yang wajib. Maka banyak manusia di zaman ini melakukan hal seperti itu karena memang akal mereka belum sampai kepada keimanan.

Orang yang bisa menghargai waktu adalah orang yang cerdas, orang yang cerdas adalah orang yang selalu menyiapkan bekal-bekal untuk mati. Maka hidup ini sangat singkat, hanya orang yang sadar saja yaitu cerdas yang menyadarinya, tidak meluangkan sedikitpun waktunya kecuali untuk yang manfaat. Bergegaslah kamu mencari kebenaran di sisi Tuhanmu, bukan mencari kepuasan atau kesenangan untuk dirimu sendiri.

Banyak orang yang membuat hal baru sebagai ekspresi hawa nafsu, mereka yang rusak dengan kedok ilmu, mereka mengabdikan diri dalam kesesatan sehingga hal tersebut memalingkan mereka total dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka ilmu menjadi hijab yang memisahkan antara mereka dan Allah, terhadap mereka yang terjerumus kedalam golongan ini maka pesan Syeikh Abu Hasan: "Setiap ilmu yang kau rasakan ada keraguan didalamnya, menyenangkan hawa nafsu, dan naluri merasa nikmat maka buanglah meskipun benar".

Ilmu yang paling mahal adalah petunjuk, maka tanpa ilmu pasti tidak memiliki petunjuk, padahal untuk mendapat petunjuk harus taqwa, taqwa diraih dengan ilmu, ilmu dengan petunjuk.

Ikhlas yang tidak diketahui oleh sosok malaikat untuk ditulis, atau oleh sosok setan untuk dirusak, tidak pula oleh hawa nafsu untuk dibengkokkan. Ilmu adalah nur dan ditempatkan di qalbu orang mukmin yang bersih.

Ikhlas itu dibagi menjadi 2: yang pertaman adalah keikhlasan yang berharap balasan dan pahala, yang kedua adalah keihkhlasan yang menjadikan Allah adalah tujuan utama, bahkan tidak apapun darinya. Keikhlasan yang pertama disebut As-Shadiqin dan yang kedua adalah As-Sidi qin


0 komentar:

Posting Komentar

 
;