Rabu, 01 Juli 2020

10 Dzulkaidah 1441 H (1 Juli 2020)

بسم الله الرّحمن الرّحيم


Qs Al Hasyr :18-19
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.


وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.

Rasulullah SAW bersabda:

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ
 (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرْمِذِيُّ)


"Sebelum dua tapak kaki seorang hamba melangkah besok kepada hari kiamat, sehingga ditanya 4 perkara: yang pertama dari umurnya untuk apa dihabiskan, yang kedua dari badannya untuk apa dirusakkan, yang ketiga ilmunya untuk apa diperbuatnya, yang keempat dari hartanya darimana dia dapatkan dan untuk apa dia habiskan".

Hendaknya manusia menghitung atas apa yang telah diperbuatnya, karena sekecil apapun perbuatan itu baik mudharat maupun manfaat niscaya akan diperhitungkan dan mendapatkan balasan. Dan hal itu adalah sebuah tanggung jawab yang tidak akan bisa dihindari, apakah kita condong terhadap dunia ataupun condong terhadap akhirat.

Dzun-Nun Al-Misri menterjemahkan dalam surat Yasin Ayat 12:
إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَاقَّدُموا وَءَاثَارَهُمْ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُّبِينٍ
"Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)."

Amal itu adalah bentuk dari perbuatan, dan perbuatan itu tidak akan terlaksana tanpa niat, dan niat tanpa kesungguhan tidak akan terjadi. Maka kenapa niat yang begitu kuat tidak terlaksana disebabkan oleh pertimbangan dan mengutamakan banyak menggunakan dalil akal, dan ketahuilah pertimbangan itu muncullnya pasti keraguan, dan keraguan itu muncul disebabkan oleh cinta terhadap dunia.

Ada yang mengatakan cinta dunia itu pada materi, harta, padahal cinta kepada anak dan istrinya melebihi dari kadar cinta kepada Rasulullah SAW itu termasuk orang yang cinta dunia sekalipun dia orang yang miskin.

Amal itu dicatat itu bukanlah bentuk dhahir, dhahir itu suatu pekerjaan yang didasari oleh pengetahuan, dan pengetahuan yang tidak dimiliki melakukan amal dhahir pasti banyak salahnya, karena tidak sesuai dengan basyirahnya terhadap amal.

Bentuk orang tawadhu' ini karena hasil dari amalan sujudnya, dan sujudnya selalu penuh dengan rasa kehinaan terhadap Tuhannya, ada bentuk pengakuan dan penghambaan sehingga timbul rasa malu terhadap dirinya.

Barangsiapa yang mengetahui kelebihan orang lain niscaya dia akan banyak mengetahui kekurangan dirinya, tetapi apabila mengetahui banyak kelemahan dari orang lain niscaya dirinya banyak akan kekurangan dan kesalahannya yang tidak disadari.

Buruknya amal seseorang itu disebabkan buruknya amalan sholatnya, banyak dari mereka meninggalkan sholat, sehingga kebodohan melanda kepada dia, dan kebodohan itu dalam kepedihan. Dan mereka mengetahui dan mendengar perintah itu tetapi tetap meninggalkannya, bukan karena sibuk atau terhalang pekerjaan tetapi memang mereka banyak hujah dan alasannya, tidak menyadari bahwa dirinya adalah pengemis-pengemis hajat dihadapan Allah SWT.

Manusia beramal kebanyakan dari mereka hanya ikut-ikutan (taqlid) karena butanya mata hati mereka, dan banyak dari mereka terbatas oleh kondisinya sehingga sulit dalam mengambil keputusan yang benar.

8 Kondisi yang dialami manusia diambil dari kitab Risalah Al Mustarsyidin dari Al-Harits Al-Muhasibbi: Ketahuilah bahwa setiap orang tidak akan selalu mengalami satu kondisi saja dalam hidupnya, tetapi akan mengalami aneka kondisi yang selalu berubah dari satu ke satu yang lainnya yaitu:
  1. Temu
  2. Pisah
  3. Sulit
  4. Mudah
  5. Sehat
  6. Sakit
  7. Sedih
  8. Senang
Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata: "Wahai anak adam jangan senang karena kaya, jangan putus asa karena miskin, jangan bersedih karena tertimpa bencana, dan jangan gembira karena hidup makmur, karena emas akan diuji dengan api, sementara orang sholeh akan dicoba dengan musibah".

Sayyidina Umar bin Khattab berakata: "Aku tidak peduli keadaan yang kualami, apakah keadaan yang kusenangi ataukah yang tidak aku senangi, karena aku tidak tahu kebaikan ada di keadaan yang kusenangi atau keadaan yang tidak aku senangi."

0 komentar:

Posting Komentar

 
;